BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor pertanian memegang peranan
penting dalam pembangunan perekonomian naisonal, dan bahkan dalam era reformasi
ini diharapkan untuk berperan di garis depan dalam mengatasi krisis ekonomi. Menjelang memasuki abad 21 kita dapat melihat bagaimana
kondisi pertanian kita. Sektor pertanian Indonesia dikatakan belum
siap untuk memasuki abad 21, dimana banyak mengalami peluang, tantangan sekaligus
hambatan. Secara intern sebagian terbesar petani Indonesia masih petani subsisten dengan segala keterbatasan mereka,
khususnya dalam bidang penguasaan teknologi pertanian yang modern. Secara
ekstern sektor pertanian Indonesia kurang mendapat perhatian pemerintah dalam
pengembangannya secara menyeluruh apabila dibandingkan dengan perhatian
pemerintah kepada sektor industri. Sektor pertanian bahkan harus mensubsidi
sektor industri melalui penetapan harga padi yang rendah. Sementara industri
mendesak sektor pertanian dari lahan subur ke lahan marginal seperti lahan
gambut. Intensif petani untuk meningkatkan produktivitas usaha tani pun sangat
minim.
Globalisasi pada abad 21 tidak terbatas pada sekedar petani harus menanam
tanaman ekspor, tetapi juga perubahan total dalam lingkungan tata niaga produk
pertanian di dunia di samping perubahan-perubahan lain yang menyangkut masalah
proses ahli teknologi pertanian. Indonesia tidak hanya memproduksi
produk-produk pertanian tetapi juga akan menjadi pasar dari produk-produk
pertanian dari negara lain, karena globalisasi tidak
memungkinkan suatunegara menutup pasar dalam negeri mereka
dari produk-produk pertanian luar negeri.
Dalam era baru pertanian, penyuluh
lapangan dituntut untuk memiliki fungsi paling tidak dalam tiga hal yaitu
transfer teknologi (technology transfer),
fasilitasi (facilitation) dan
penasehat (advisory work). Untuk
mendukung fungsi-fungsi tersebut, penyuluh pertanian lapangan mestinya juga
menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dankomunikasi.
Tema-tema penyuluhan juga bergeser tidak hanya sekedar
peningkatan produksi namun menyesuaikan dengan isu global yang lain misalnya
bagaimana menyiapkan petani dalam bertani untuk mengatasi persoalan perubahan
iklim global dan perdagangan global. Petani perlu dikenalkan dengan sarana
produksi yang memiliki daya adaptasi tinggi terhadap goncangan
iklim, selain itu teknik bertani yang ramah lingkungan, hemat air serta tahan
terhadap cekaman suhu tinggi nampaknya akan menjadi tema penting bagi
penyuluhan pertanian masa depan.
B. Rumusan
Masalah
1.
Tantangan apa yang akan dihadapi pertanian di masa depan nanti ?
2.
Tantangan apa yang akan dihadapi penyuluh dalam menjawab pertanian di masa
depan nanti ?
3.
Bagaimana kebijakan pemerintah dalam membangun pertanian yang sejahtera di masa
depan ?
4.
Bagaiamana wujud penyuluhan di masa depan?
C. Tujuan
1.
Menegetahui dan mampu menjawab tantangan dan peluang dalam pertanian di masa
depan.
2.
Mengetahui bagaimana seharusnya sikap penyuluh dalam mewujudkan pertanian masa
depan
yang sejahtera.
BAB II PEMBAHASAN
A. Tantangan
Penyuluhan Memasuki Abad 21
Masalah-masalah
penyuluhan pertanian yang dihadapi bangsa kita akan beragam sesuai dengan sudut
pandang dan dasar keilmuan yang ditekuni. Menemukan masalah-masalah penyuluhan
bukan sarana untuk mendebat bahkan menyalahkan orang lain, tetapi mencari solusi
demi perbaikan kegiatan penyuluhan di Indonesia.
1. Jika ditinjau
dari kacamata Ilmu Penyuluhan Pembangunan maka menurut I Gd. Setiawan AP,
setidaknya kita akan menemukan beberapa permasalahan dalam penyuluhan
pertanian.
a. Penyuluh melupakan tugas utama. Tugas
utama penyuluhan adalah membantu petani di dalam pengambilan keputusan dari
berbagai alternatif pemecahan masalah. Tetapi masalah penyuluhan sekarang
adalah kegiatan penyuluhan lebih banyak pada proses pelayanan bukan mendidik
petani agar mampu mengambil keputusan sendiri. Penyuluh terjebak pada paradigma
lama yang hanya mengutamakan kegitan-kegiatan pelayanan, yang seperti menjadi
kata kunci dari penyuluhan itu sendiri, padahal tugas seorang penyuluh jauh
lebih dari itu yaitu penyuluhan merupakan proses pemberdayaan masyarakat atau
dalam istilah kerennya kita sebut sebagai Community Empowerment.
b. Penyuluh kurang
membuat wadah untuk kepentingan petani. Di negara industri maju petani dengan
berbagai cara membuat wadah untuk memenuhi kepentingan bersama mereka.
Organisasi demikian memegang peranan penting dalam pembangunan pertanian di
negara industri maju. Di negara berkembang belum ada organisasi demikian, atau
kalaupun ada cenderung belum efektif. Adanya organisasi pertanian yang efektif
sama pentingnya dengan penerapan teknologi di banyak negara. Organisasi
penyuluhan memegang peranan penting dalam membimbing petani mengorganisasikan
diri secara efektif. Walaupun demikian diperlukan dukungan politik untuk dapat
berperan tanpa membahayakan jabatan mereka.
c. Penyuluh kurang
mendidik petani.Agen penyuluhan di banyak Negara Eropa lebih merupakan seseorang yang menolong
petani untuk memecahkan masalah mereka. Agen penyuluhansudahmerasa puas jika
pertanian menjadi lebih efisien, dan kurang berminat untuk mengubah petani.
Tugas utama penyuluhan di banyak negara berkembang adalah menganjurkan
penggunaan teknologi modern, seperti pemakaianpupuk. Kenaikan hasil merupakan
tujuan utama di Negara-negara
berkembang karena cepatanya angka pertumbuhan
penduduk.
2. Menurut
Mardikanto (1998; 2000) mensinyalir
beberapa kelemahan dalam kegiatan penyuluhan pertanian yang menyangkut :
a. Penggunaan Istilah
Penyuluhan
Perkembangan sejak pertengahan
1980-an, penggunaan istilah penyuluhan pertanian sering tidak menguntungkan
kegiatan penyuluhan pembangunan itu sendiri.
Hal ini disebabkan sering
digunakannya istilah “penyuluhan” yang berasal dari berbagai pihak, baik berasal
dari dalam penyuluhan pertanian itu sendiri maupun dari luar. Akibanya, banyak
kalangan sering terlalu menyederhanakan pengertian dan tujuan penyuluhan (arti
penyuluhan mengalami erosi nilai).Penyuluhan sering diartikan sebagai kegiatan
omong-omong tanpa makna, atau bahkan sekedar datang untuk minta tanda tangan
(bukti kehadirannya) guna memperoleh (menipu) biaya perjalanan.Sejatinya
penyuluhan harus dihayati sebagai kegiatan yang memerlukan kerja keras, dan
ketekunan yang melelahkan serta harus dibarengi dengan korban perasaan untuk
membantu masyarakat agar mampu membantu dirinya sendiri guna memperbaiki
kesejahteraan atau mutu hidupnya. Untuk itu, ditawarkan istilah pengganti yang
lebih segar, bergengsi dan menarik perhatian, yaitu “edfikasi (edukasi,
diseminasi inovasi, fasilitasi, koordinasi, supervisi, dan evaluasi)”.\
b. Profesionalisme
Penyuluhan
Jika ditelusuri, erosi nilai dalam penyuluhan dapat
disebabkan oleh rendahnya profesionalisme penyuluhan, yang menyangkut:
1) Keahlian penyuluh,
dimana kecepatan informasi akibat globalisasi sering membuat penyuluh
ketinggalan informasi disbanding keahlian para praktisi atau penerima manfaat
penyuluhannya.
2) Kebanggan profesi
penyuluhan, karena jabatan fungsional yang disandang para penyuluh dinilai
lebih rendah/kalah status dibanding jabatan struktural yang lebih bergengsi.
3) Etika profesi
penyuluhan, tidak lagi dihayati sebagai pekerjaan yang penuh pengabdian, karena
sudah teracuni oleh kebijakan pemerintah di masa lalu, contoh utamanya dalam
pelaksanaan program GEMA PALAGUNG yang memberikan intensif sebesar 1%
(dibayarkan dimuka) kepada penyuluh dari julah nilai usulan Kredit Usaha Tani
(KUT) yang direkomendasikan, tanpa harus menunggu efektivitas atau seberapa
jauh KUT tersebut benar-benar memberikan kenaikan produksi dan pendapatan
petaninya.
c. Unsur-unsur Sistem Penyuluhan
Pertanian
Tantangan-tantangan yang muncul dapat berupa :
1) Penyuluh,
yang selama ini tidak dibayar (diangkat dan diberhentikan) oleh penerima
manfaatnya. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugasnya tidak mengacu kepada
kepentingan masyarakat penerima manfaatnya.Selain itu, belum terbangunnya
kebanggaan profesi di kalangan penyuluh, serta rendahnya penghargaan masyarakat
maupun aparat pemerintah terhadap arti penting penyuluh dan kegiatan
penyuluhan.
2) Materi
penyuluhan, umumnya masih didominasi oleh materi teknis dan belum banyak
memperhatikan kebutuhan penerima manfaatnya, utamanya tentang manajemen,
permintaan pasar, kewirausahaan dan pentingnya pendidikan politik. Sumber
informasi untuk materi masih didominasi dari Dinas/Lembaga Penelitian, sementara
itu, kearifan tradisional belum banyak digali bahkan cenderung tidak dihargai.
3) Metode
penyuluhan, secara teoritis, kegiatan penyuluhan hanya mengacu kepada
konsep-konsep pendidikan dan komunikasi, dan belum memanfaatkan konsep-konsep
psikologi sosial, serta pemasaran sosial.
4) Pendekatan
dan strategi penyuluhan, banyak kebijakan pembangunan yang tidak menggunakan
pendekatan kesejahteraan masyarakat, tetapi lebih mengutamakan pendekatan
kekuasaan. Seiiring dengan itu, kegiatan penyuluhan lebih ditekankan pada
pendekatan proyek, contoh: NFCEP, NAEP, P4K,dll, yang tidak berbekas seiiring
dengan selesainya proyek.
5) Efektivitas
penyuluhan, secara konseptual penyuluhan masih sangat konvensional dalam arti
terbatas menggunakan konsep pendidikan maupun konsep komunikasi.
3. Khusus
yang berkaitan dengan proses adopsi inovasi, Vanclay (1992), mengidentifikasi
adanya 10 (sepuluh) hambatan atau barrier adopsi, yang meliputi:
a. Pemasaran/harga produk. Kompleksitas, yang
disamping mempersulit kermampuan petani untuk memahami dan menerapkannya,
seringkali juga berakibat pada meningkatnya resiko (kegagalan) yang akan
dideritanya.
b. Divisibilitas, yang seringkali tidak dijumpai
dalam rekomendasi penyuluh yang lebih cenderung menawarkan “paket teknologi” yang
harus dilaksanakan secara serentak (simultan).
c. Inkompatibilitas, yang sering tidak sesuai
dengan tujuan petani dan usahataninya.
d. Nilai-ekonomis inovasi, yang tidak selalu dapat memenuhi
nilai-nilai non-ekonomi yang dikehendaki oleh petaninya.
e. Resiko dan ketidak-pastian, yang tidak
hanya disebabkan oleh ketergantungan usahatani kepada kondisi alam dan
lingkungannya yang menetukan keberhasilan panennya, tetapi juga resiko dan
ketidak-partian
f. Konflik informasi, karena petani menerima informasi
dari beragam sumber yang belum tentu sepakat terhadap kemanfaatan serta
dapatnya diterapkan.
g. Keharusan penggunaan modal dari luar, yang
tidak selalu dapat dipenuhi oleh petani sendiri, seperti: benih, pestisida,
peralatan, dan mesin-mesin pertanian.
h. Biaya intelektual, khususnya terhadap inovasi
yang datang dari luar yang belum mampu dipahami oleh petaninya, sehingga mereka
harus mengeluarkan biaya-intelektual sebelum dapat mengadopsinya.
i. Hilangnya fleksibilitas, yang biasanya
dimiliki oleh petani tradi-sional, untuk menyesuaikan komoditi dan pola
usahataninya dengan keadaan iklim dan kondisi alam lain yang tidak menentu.
j. Prasarana fisik dan sosial (kelembagaan) yang
belum tentu tersedia dengan mutu dan layanan sebaik yang diharapkan.
4. Tantangan penyuluhan dalam memasuki
era pertanian modern pada saat ini adalah, bagaimana cara peyuluh mampu
menjawab permasalahan dalam hal:
a. Pertanian modern yang telah
mengurangi keragaman spesies tanaman secara drastis akibat penerapan sistem monokultur
secara besar-besaran maupun dalam pencemaran lingkungan.Hal ini bertentangan
dengan konsep pertanian berkelanjutan, dimana selain memeperhatikan pemenuhan
kebutuhan manusia yang selalu menigkat dan berubah, sekaligus mempertahankan
atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam.
b. Ketahanan pangan merupakan prasyarat
utama bagi tercapainya ketahanan ekonomi maupun ketahanan politik, ketahanan
pagan yang paling mantap adalah melalui
swasembada. Untuk itu perlunya pengembangan sumberdaya manusia yang mempunyai
jiwa kewiraswastaan yang tinggi dan kemampuan teknis serta manajerial yang
cukup.
c. Mewujudkan produksi pertanian lokal
mampu berasing dalam perdagangan bebas.Keunggulan produk-produk pertanian
negara-negara maju selama ini tidak lepas dari tingginya proteksi dan subsidi
negara-negara tersebut.
d. Cepatnya aliran informasi yang dapat
mengakibatkan petani lebih independen dengan informasi yang didapat ketimbang
dari penyuluh.
B. Revitalisasi Penyuluhan Pertanian
1. Rekayasa Ulang
.................. Qamar (2001) mengingatkan bahwa
memasuki millennium baru, diperlukan:
a. Client
orientation,
penyuluhan dirancang secara khusus untuk setiap sasaran kelompok
b. Lokalitas, penyuluhan memperhatikan
kondisi fisik dan sosial budaya setempat yang
spesifik.
c. Penerapan metode yang efektif,
berdasarkan pengalaman setempat
d. Penggunaan media elektronik yang
semakin luas (radio, TV), multimedia (CD), internet,
dll.
e. Pemanfaatan modul jarak jauh, jika:
Terbatasnya penyuluh dan sarana
transportasi
Bahasa merupakan hambatan dalam
komunikasi langsung
Sumberdaya penyuluhan sangat menurun
Kondisi geografi tidak memungkinkan
Terdapat kendala budaya (tabu) dalam
pelaksanaan kunjungan.
f. Kerjasama dengan kegiatan
penyampaian pesan non-pertanian.
g. Pengembangan penyuluhan
partisipatif.
h. Keterpaduan antar disiplin keilmuan.
i.
Penilaian dampak dan manfaat
kegiatan penyuluhan.
j.
Penigkatan peran dalam pembangunan (
keluarga) yang berkelanjutan.
2.
Pengembangan Kelembagaan Penyuluhan
.................. Hobson, et al (2001) mengemukakan
pentingnya kelembagaan penyuluhan. Tentang hal ini, Hoffman, et al (2000)
melaporkan reformasi organisasi penyuluhan pertanian di jerman yang dapat
dijadikan pelajaran bagi negara-negara lain, dari pengorganisasian seperti itu,
dapat ditarik banyak pelajaran yaitu:
a. Perbaikan mutu penyuluhan melalui
peningkatan partisipasi kelompok sasaran.
b. Kejelasan peran pemerintah, yang
lebih banyak pada perumusan strategi penyuluhan kaitannya dengan kegiatan
pelatihan, program-program panduan, dll.
c. Penurunan atas kelambanan
lembaga-lembaga publik yang biasanya resisten terhadap perubahan.
d. Menghindari konflik antar aparat
pemerintah.
e. Ancangan pembiayaan untuk biaya
pemerintah.
f. Keluwesan untuk mengembangkan system
penyuluhan.
3. Pendekatan Penyuluhan
a. Pendekatan pembelajaran untuk
pembangunan pertanian berkelanjutan, yang bertumpu pada 3 konsep dasar, yaitu:
Kompetensi professional, melalui pengembangan kemampuan
praktisi dengan beragam teori, nilai-nilai dan kepercayaan tertentu.
Penggunaan teori-sistem dan filsafat ilmu dalam kegiatan
praktis.
Belajar kritis, melalui proses belajar bersama untuk
mengkritisi setiap alternatif perubahan yang ditawarkan.
b. Pendekatan navigator (Boon dan
Murray, 2001), yaitu suatu percepatan perubahan melalui pengembangan SDM,
pembelajaran berkelanjutan, dan pola piker baru untuk membantu para produsen
agar terus melakukan perubahan-perubahan.
C. Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian
Pada 15 November 2006, pemerintah
menetapkan UU No.16 Tahun 2006 tentang system penyuluhan pertanian, perikanan
dan kehutanan, yang mencakup:
1.
Kebijakan penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan
2.
Kelembagaan penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan
3.
Ketenagaan penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan
4.
Penyelenggaraan penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
5.
Pembiayaan penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan
6.
Pengawasan dan pembinaan Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Kehadiran Undang-Undang tersebut, oleh banyak kalangan
disambut antusias, khususnya oleh para penyuluh pertanian karena
setidak-tidaknya sudah ada landasan hukum yang kuat, yang mengatur segala
sesuatunya. Tetapi, jika dicermati, terdapat beberapa hal yang layak dikritisi,
yaitu:
a. Nomenklatur yang digunakan
Penggunaan nama Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, Kehutanan, dapat menimbulkan kerancuan pemahaman dalam
masyarakat, yang sejak lama telah mengartikan pertanian dalam arti sempit
(pertanian tanaman pangan dan holtikultura) dan dalam arti luas (pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan).
b. Kebijakan yang sentralistis
Meskipun kegiatan penyuluhan
pertanian sudah diserahkan kepada pemerintah Kabupaten/Kota jauh hari sebelum
reformasi, tetapi peran pemerintah nasional (pusat) dalam UU No. 16 Tahun 2006
masih sangat kuat.
c. Dominasi penyuluhan oleh
pemerintahan
Kegiatan penyuluhan pertanian selama
ini didominasi oleh pemerintah, seperti terlihat dalam pasal 28 (3) tentang
penetapan teknologi tertentu dan pasal 32 (5) tentang pembiayaan
penyuluhan.Disamping itu, rencana Departemen Pertanian untuk mengangkat tenaga
penyuluh sebanyak seorang/desa, semakin menunjukkan dominasi pemerintah.
d. Pengembangan penyuluhan swasta dan swadaya
Meskipun dalam pasal 20, dinyatakan
bahwa tenaga penyuluh pertanian terdiri dari: penyuluh PNS, penyuluh swasta dan
penyuluh swadaya, tetapi tidak ada satu pasal/ayat yang menyebutkan upaya
pemerintah untuk mengembangkan kegiatan penyuluh swasta dan swadaya, yang
artinya tidak ada upaya pemerintah secara aktif dan sungguh-sungguh disini.
e. Kemandirian penyuluhan oleh
masyarakat
Selama penyuluh berasal dari luar,
selama itu pula penyuluh akan berpihak kepada kepentingan luar dibanding
kepentingan petaninya. Sebenarnya, masyarakat penerima manfaat mampu untuk
membiayai penyuluhnya sendiri, asal benar-benar diberi kesempatan dan
kepercayaan untuk melepaskan diri dari proyek-proyek pemerintah, swasta, dan
LSM.
f. Partisipasi penyuluhan pertanian
Dominasi pemerintah terhadap
penyuluhan pertanian, tidak semua penyelenggara pemerintah memahami arti
penting penyuluhan untuk jangka pendek kaitannya dengan pencapaian target
pembangunan, maupun kepentingan jangka panjang kaitannya dengan investasi
sumberdaya manusia.Akibatnya, kegiatan penyuluhan sangat tergantung kepada
pemahaman masing-masing kepala pemerinthannya untuk menyediakan anggaran
penyuluhan pertanian.
g. Integritas penyuluhan pembangunan
Pemerintah menyelenggarakan tidak
kurang dari 20 jenis penyuluhan pembangunan di Indonesia.Oleh sebab itu, perlu
perenungan yang sunguh-sungguh, apakah penyuluhan pertanian masih diperlukan,
ataukah hanya dikembangkan satu kegiatan penyuluhan pembangunan perdesaan
secara terintegritas dan holistik.
D. Penyuluhan Pertanian Di Masa Depan
Dalam
perspektif pemerintah, apapun prioritas yang akan ditempuh, kegiatan penyuluhan
pertanian akan tetap menjadi kebijakan kunci untuk mempromosikan kegiatan
pertanian berkelanjutan baik dalam konteks ekologi maupun sosial ekonomi
ditengah-tengah seistem pemerintahan yang birokratis dan semakin terbatas
kemampuannya untuk membiayai kegiatan-kegiatan publik. Meskipun demikian,
kegiatan penyuluhan pertanian akan banyak didukung oleh kemajuan teknologi
informasi.
Karena itu, di masa depan, kekuatan
dan perubahan penyuluhan pertanian akan selalu terkait dengan:
1. Iklim ekonomi dan politik
Sejak krisis ekonomi dan politik
melanda beberapa Negara kahir abad 20, banyak negara tidak lagi mampu membiayai
kegiatan publik ditengah-tengah tuntutan demokrasi.Karena itu, kegiatan
penyuluhan pertanian dilaksanakan secara efisienuntuk dapat melayani kelompok
sasaran yang lebih luas.
2. Konteks sosial di wilayah pedesaan
Di masa depan, masyarakat pedesaan
relatif berpendidikan, seyogyanya penyuluhan pertanian harus mampu menjawab
tantangan pertumbuhan penduduk, meningkatnya urbanisasi, perubahan
aturan/kebijakan, persyaratan pasar, serta kebutuhan masyarakat yang akan
beragam layanan seperti pelatihan, spesialisasi, pelatihan kompetensi dan
bentuk-bentuk organisasi (Moris, 1991). Sehubungan dengan itu, penyuluhan
pertanian harus meninggalkan monopoli pemerintah sebagai penyelenggara
penyuluhan.
3. Sistem pengetahuan
Terjadinya perubahan politik yang
berdampak pada debirokratisasi, desentralisasi (pelimpahan kewenangan) dan
devolusi (penyerahan kewenangan) kepada masyarakat lokal, juga akan berimbas
pada pengembangan usahatani yang memiliki spesifikasi lokal. Pengakuan terhadap
spesifikasi lokal, harus dihadapi dengan pengakuan penyuluh terhadap kemampuan
petani, pengalaman petani, penelitian yang dilakukan petani, serta upaya-upaya
pengembangan yang dilakukan.
4. Teknologi informasi
Kelompok sasaran yang memiliki
kemampuan memanfaatkan informasi/IT akan relatif lebih independen. Dengan
demikian, fungsi penyuluh tidak lagi “menyampaian pesan” melainkan lebih
bersifat fasilitatif dan konsultatif, dan karena itu akan menuntut jalianan
interaksi partisipatif yang semakin intensif dengan kelompok sasarannya.
Adapun peran penyuluh yang harus
ditegakkan kembali dalam menjawab tantangan pertanian masa depan adalah :
1. Penyuluhan Pemasaran Hasil-hasil Pertanian
................. Kehadiran penyuluhan pemasaran
sebagai bagian integral dari pembangunan pertanian sangatlah diperlukan
urgensinya.Sebagaimana kita ketahui, sampai detik ini pun pelaksanaan
penyuluhan pertanian masih sangat jarang dilakukan.Hal ini tentu beralasan,
karena sistem penyuluhan yang dikembangkan di Indonesia haruslah sejalan dengan
rencana induk dari pembangunan pertanian, yakni dititikberatkan kepada
pencapaian peningkatan produksi. Dimana di setiap daerah terdapat laporan
peningkatan produksi telah berhasil, tetapi muncul pula masalah lain yang
menyatakan kesulitan pemasaran dari hasil-hasil produksi yang meledak tersebut.
................. Penyuluhan yang aka diberikan kepada
petani tentu tidak hanya ditekankan pada penyuluhan sektor produksi semata,
tetapi juga penyuluhan untuk sektor pemasaran agar petani memiliki penghayatan
terhadap suasana pasar yang ada. Dengan penyuluhan pemasaran yang manusiawi,
maka keterlibatan para tengkulak atau pedagang perantara yang umumnya sangat
doyan mempermankan tingkat harga di petani,paling tidak akan dapat dieliminasi.
Hal semacam ini akan mempunyai engaruh cukup besar terhadap kekuatan
tawar-menawar para petani sendiri.
2. Penyuluhan Pertanian Terpadu
................. Pada mulanya, strategi pembangunan
pertanian memakai pola pendekatan komoditi (dimana semula tanaman pangan,
terutama padi menjadi ‘leading comodity’),
sejak mulai Pelita III hingga sekarang, menjadi pendekatan usaha tani, yang
berfokus pada penganekaragaman tanaman pertanian. Konsekuensinya para petani
produsen di pedesaan tidak diperkenankan hanya menggantungkan diri pada usaha
tani satu jenis komoditi saja. Tetapi para petani pun harus diberikan kebebasan
dalam memilih komoditi yang akan diusahakannya. Akibatnya penyuluhan pertanian
sebagai penunjang pembangunan pertanian juga harus mengalami perubahan.Tetapi
hingga sekarang penyuluhan pertanian belum menunjukkan arah untuk pemenuhan
kebutuhan petani kea rah itu, penyuluhan pertanian terpadu belum berkembang.
................. Untuk itu selain melibatkan BIMAS
dan BPLPP perlu juga mengikutsertakan seluruh Direktorat Jenderal yang ada di
lingkungan Departemen Pertanian dalam merencanakan program-program penyuluhan
pertanian yang akan dilakukannya, sehingga penyuluhan pertanian di negara kita
sudah mampu menjadi terpadu dalam konsep dan realita
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sehubungan
dengan hal itu, paradigma penyuluhan pertanian era agribisnis di masa depan
semestinya memposisikan petani sebagai fokus kegiatan pembangunan pertanian.
Petani diperlakukan sebagai pelaku utama atau subjek dan tidak lagi sebagai
objek.Petani merupakan manajer pada usaha taninya sendiri.Mereka harus dilihat
sebagai manusia yang memiliki potensi untuk mengambil keputusan dalam
perencanaan, pengelolaan, dan pengembangan usaha taninya bagi kesejahteraan
keluarga, masyarakat.Mereka selayaknya dipandang memiliki kemampuan yang
memadai dalam menghadapi tantangan keras di era persaingan bebas dan
globalisasi serta mampu mengaplikasikan nilai kelestarian pembangunan pertanian.
"Oleh
karena itu, sosok petani masa depan adalah usahawan pertanian yang profesional.
Dengan begitu, maka tugas penyuluh pertanian di masa depan semakin berat. Harus
mengubah sifat peasant menjadi farmer, mengubah pola pikir dari risk
minimization menjadi profit maximization. Perubahan ini tentu saja searah
dengan perubahan penyuluhan yang terjadi di Asia pada akhir-akhir ini,
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2009. Pengukuhan Prof. Sunarru:
Privatisasi Penyuluhan terus Meningkat
.http://www.ugm.ac.id. Diakses pada 16 April 2013
Azhari, Rafnel. 2011. Tantangan
Masa Depan Penyuluhan. http://azharirafnel.blogspot.com. Diakses pada 16 April 2013
Ir. Entang Sastraatmadja. 1993. Penyuluhan Pertanian.
Bandung: Penerbit Alumni.
Maryanto, Dony.2011.
Perjalanan Penyuluhan Pertanian dan Tantangan Kedepan.http://www.stpp-bogor.ac.id. Diakses pada 16 April 2013
Prof.
DR. Ir. H. Soleh Solahuddin, M,Sc. 2009. Pertanian:
Harapan Masa Depan Bangsa. Bogor:
IPB Press
Soetrisno,
Loekman. 1998. Pertanian Pada Abad Ke 21.
Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Turindra, Azis. 2010. Penyuluhan
Pertanian di Masa Depan. http://azisturindra.wordpress.com. Diakses pada 16 April 2013
Totok
Mardikanto. 2009. Sistem Penyuluhan
Pertanian. UNS Prees. Surakarta
Mudah-mudahan jadi bahan informasi dan tambah lebih tahu tentang penyuluhan pertanian sekarang, semangat terus pak penyuluh
BalasHapus