I.
PENGERTIAN PENYULUHAN PERTANIAN
Penyuluhan merupakan suatu ilmu sosial yang mempelajari sistem dan
proses perubahan pada individu dan masyarakat agar dengan terwujudnya perubahan
tersebut dapat dicapai apa yang diharapkan sesuai dengan pola atau rencananya.
Penyuluhan dengan demikian merupakan suatu sistem pendidikan yang bersifat
non-formal, dimana orang ditunjukan cara-cara mencapai sesuatu dengan memuaskan
sambil orang itu tetap mengerjakannya sendiri. Arti pendidikan adalah suatu
usaha atau kegiatan agar dapat mengubah perilaku (pengetahuan, sikap, dan
keterampilan) manusia yang sedang dididik sesuai dengan apa yang diharapkan
oleh pendidiknya menurut pola atau rencana yang telah ditentukan
(Kartasapoetra, 1987).
Menurut Soedarmanto (1992), penyuluhan pertanian merupakan suatu sistem
pendidikan non-formal di luar bangku sekolah berfungsi untuk menyebarluaskan
ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian dengan tujuan agar petani dan nelayan
dapat bertani lebih baik, berusaha lebih menguntungkan, dan hidup lebih
sejahtera.
Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan (SP3K) Nomor 16 Tahun 2006 Menyatakan:
1)
Sistem penyuluhan pertanian, perikanan, dan
kehutanan yang selanjutnya disebut sistem penyuluhan adalah seluruh rangkaian
pengembangan pengetahuan, keterampilan, serta sikap pelaku utama dan pelaku
usaha melalui penyuluhan.
2)
Penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan
yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku
utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan
mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi,
permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan
produktifitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
3)
Petani adalah perorangan warga negara
Indonesia beserta keluarganya atau koperasi yang mengelola usaha dibidang
pertanian, wanatani, minatani, agropasture, penangkaran satwa dan tumbuhan, di
dalam dan sekitar hutan, yang meliputi usahahulu, usahatani, agroindustri,
pemasaran dan jasa penunjang.
4)
Kelembagaan petani, pekebun, peternak,
nelayan, pembudi daya ikan, pengolahan ikan, dan masyarakat di dalam dan
sekitar kawasan hutan adalah lembaga yang ditumbuhkembangkan dari, oleh dan
untuk pelaku utama.
II.
TUJUAN PENYULUHAN PERTANIAN
Menurut Kartasapoetra (1987), perencanaan dan pelaksanaan penyuluhan pertanian harus mencakup
tujuan jangka pendek yaitu untuk menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih
terarah dalam aktivitas usaha tani di pedesaan, perubahan-perubahan tersebut
hendaknya menyangkut tingkat pengetahuan, kecakapan atau kemampuan sikap dan
motif tindakan petani serta memiliki
tujuan jangka panjang yaitu agar tercapai peningkatan taraf hidup
masyarakat petani, mencapai kesejahteraan hidup yang lebih baik.
Menurut
Wahjuti (2004), tujuan penyuluhan dibedakan menjadi tiga bagian yaitu : (1)
tujuan dasar ialah agar petani merupakan masyarakat hidup sejahtera, adil dan
makmur, (2) tujuan khusus ialah dapat meningkatan taraf hidup masyarakat tani,
(3) tujuan kerja yaitu tujuan operasional, misalnya meningkatkan produksi dan
kualitas petani.
III.
SASARAN PENYULUHAN PERTANIAN
Menurut
Kartasapoetra (1987), sasaran penyuluhan pertanian yaitu sekumpulan manusia
atau individu baik kelompok maupun perorangan yang menerima informasi, pesan,
ataupun tekhnologi dari nara sumber, maka dengan tegas dapat dinyatakan bahwa
sasaran penyuluhan pertanian adalah para petani dan keluarganya. Untuk
memperoleh landasan pokok dalam menerapkan metode penyuluhan kepada para petani,
penyuluh perlu mengetahui sifat-sifat khas yang dimiliki sasaran, karena
umumnya sasaran terdiri dari para petani yang kokoh bertahan dengan sifat-sifat
khasnya (Mardikanto, 1987).
IV.
MATERI PENYULUHAN PERTANIAN
Menurut
Soedarmanto (1992), materi penyuluhan merupakan pesan yang akan disuluhkan
kepada sasaran yaitu petani, dengan harapan materi yang disampaikan dapat
memecahkan masalah yang dihadapi oleh petani.
Syarat pokok materi penyuluhan adalah secara Teknis dapat dilakukan oleh
petani, dapat dipertanggung jawabkan, secara Ekonomis tidak merugikan petani,
dan secara Sosiologis tidak bertentangan dengan norma dalam masyarakat setempat.
Menurut Kartasapoetra (1987), materi penyuluhan yang akan
disampaikan kepada sasaran harus : (1) sesuai dengan kebutuhan sasaran,
(2) sesuai dengan tingkat kemampuan sasaran, (3) mengena
pada perasaannya, tidak bertentangan dengan tata adat dan kepercayaannya, (4)
memberi atau mendatangkan keuntungan ekonomis, (5) mengesankan dan merangsang
petani untuk melaksanakan perubahan cara berfikir, cara kerja dan cara hidup
menuju perkembangan dan kemajuan, (6) bersifat praktis dan dapat dilaksanakan
oleh para petani sehingga mendorong kegiatannya, dan (7) menggairahkan para
petani sehingga terbujuk untuk selalu memperhatikan, menerima, mencoba, dan
melaksanakan dalam kegiatan usaha tani.
V. METODE DAN TEKNIK PENYULUHAN
Penyuluhan
pertanian memiliki kegiatan tertentu agar tujuan yang diinginkan dapat
tercapai. Kegiatan itu harus
dilaksanakan secara teratur dan terarah, tidak mungkin dilaksanakan begitu
saja, oleh karena itu memerlukan metode yang dapat dipergunakan yang harus
bersifat mendidik, membimbing, dan menerapkan, sehingga para petani dapat
menolong dirinya sendiri “self help”,
mengubah, memperbaiki tingkat pemikiran, tingkat kerja, dan tingkat
kesejahteraan hidupnya (Soedarmanto, 1992).
Menurut Suhardiyono (1990), Metode penyuluhan sering kali
digolongkan menurut target orang yang menghadiri kegiatan penyuluhan yang
dilakukan oleh penyuluh. Penggolongan
metode penyuluhan ini antara lain :
1)
Metode perorangan
Metode
penyuluhan perorangan ditujukan bagi petani secara perseorangan yang memperoleh
perhatian khusus dari penyuluh. Seorang
petani yang dikunjungi penyuluh lapangan secara individu karena ia mengalami
kesulitan dalam melaksanakan kegiatan usaha taninya, misalnya ia mengalami
kesulitan dalam mengendalikan serangan hama dan penyakit, merupakan contoh yang
dapat dilihat pada kegiatan sehari-hari.
2)
Metode kelompok
Kegiatan
penyuluhan menggunakan metode kelompok mengarahkan sasaran kegiatannya pada
petani secara berkelompok atau kelompok tani.
Sebagai contoh yaitu kegiatan penyuluhan menggunakan metode demonstrasi
cara atau demonstrasi hasil.
3)
Metode massa
Kegiatan
penyuluhan menggunakan metode massa mengarahkan sasaran kegiatan kepada
masyarakat tani pada umumnya. Dalam
pelaksanaan penyuluhan dengan menggunakan metode massa tidak terjadi kontak
langsung antara penyuluh dengan petani karena penyuluh menggunakan media radio,
televisi atau sarana komunikasi lainnya.
Menurut
Mardjuki (1994), hubungan komunikasi mempunyai peranan penting dalam mengubah
pandangan masyarakat petani yang tidak sesuai dengan penerapan ilmu pertanian
dengan baik. Dengan berulangkali
mendengar disertai melihat fakta, mereka akan berfikir dan menilai sendiri
kebenaran apa yang menjadi pendapatnya, dan akhirnya akan meniru terhadap apa
yang lebih baik walaupun mungkin berlawanan dengan pendapat atau kepercayaan
mereka semula. Perubahan pendapat atau
pandangan demikian akan terjadi lebih cepat apabila orang yang menjadi panutan
mereka telah mulai lebih dulu. Orang yang menjadi panutan mereka belum tentu
pemimpin formal seperti Kepala Desa atau yang lain, tetapi tokoh-tokoh tertentu
yang sering dinamakan pemimpin non formal.
V.
MEDIA
PENYULUHAN
Menurut Kartasapoetra (1987), Media
penyuluhan yaitu saluran yang dapat menghubungkan penyuluh dengan materi
penyuluhannya serta petani yang memerlukan penyuluhannya.
Menurut
Arsyad (2003), pemilihan media harus bersumber dari konsep bahwa media
merupakan bagian dari sistem instruksional secara keseluruhan. Ada beberapa
kriteria yang perlu diperhatikan dalam memilih media antara lain: (1) sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai, (2) tepat untuk mendukung isi pelajaran yang
sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi, (3) praktis, luwes, dan
bertahan dalam jangka waktu yang lama, (4) komunikator terampil dalam
menggunakannya, (5) sesuai dengan sasaran baik jumlah maupun kemampuan sasaran,
dan (6) Berkualitas.
VI.
EVALUASI
PENYULUHAN
Menurut Enderson dan Bond dalam Mardikanto dan Sutarni (1993)
evaluasi adalah suatu kegiatan atau proses kegiatan pengumpulan keterangan,
identifikasi implikasi, penentuan ukuran, dan penilaian serta pengambilan
keputusan dalam hubungannya dengan perbaikan atau penyempurnaan perencanaan
berikutnya yang lebih lanjut demi tercapainya tujuan tertentu yang diinginkan.
Menurut Ginting (1991), evaluasi penyuluhan adalah membandingkan hasil yang
diperoleh sebagai kenyataan suatu aktivitas dengan tujuan yang telah
dirumuskan, sebagai target dari program penyuluhan
Kegiatan
evaluasi penyuluhan merupakan suatu kegiatan untuk melakukan pengukuran dan
penilaian atas suatu keadaan, peristiwa, atau kegiatan yang sedang diamati,
dimana kegiatan tersebut didasarkan pada keterangan, data atau fakta serta
berpedoman pada kriteria atau tolak ukur (standar) pengukuran dan penilaian
tertentu yang telah ditetapkan. Kegiatan
evaluasi penyuluhan harus berlandaskan pada dua hal pokok yakni :
(1) keinginan untuk mengetahui sesuatu, (2) bersumber
pada kebenaran (Mardikanto dan Sutarni, 1993).
Menurut Wahjuti (2005), pada pelaksanaan evaluasi
program/kegiatan penyuluhan yang telah lalu kebanyakan hanya melakukan evaluasi
dari pengukuran hasil pre tes dan pos tes saja.
Untuk
memenuhi azas akuntabilitas dan
keberlanjutan atau sustainabilitas,
maka evaluasi penyuluhan dilakukan berdasarkan indikator kinerja. Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif
dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang
ditetapkan. Indikator kinerja program/kegiatan
mencakup indikator :
a.
Masukan (inputs),
adalah segala sesuatu yang dibutuhkan/dipergunakan agar pelaksanaan kegiatan
atau program dapat berjalan dalam rangka menghasilkan outputs, misalnya sumberdaya manusia, dana, material, waktu,
teknologi, lahan.
b.
Proses (Proses), adalah bagaimana berjalannya suatu
program/kegiatan itu terselenggara, seperti manajemennya, partisipasi
sasarannya, peran dan fungsi masing-masing personil, tingkat kehadiran.
c.
Keluaran (outputs),
adalah segala sesuatu berupa produk/jasa (fisik dan atau non fisik seperti
peningkatan pengetahuan) sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu
kegiatan/program berdasarkan masukan yang digunakan.
d.
Hasil (outcomes),
adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada
jangka menengah. Hasil merupakan ukuran
seberapa jauh setiap produk/jasa dapat memenuhi kebutuhan dan harapan
masyarakat.
e.
Manfaat (benefits),
adalah kegunaan suatu keluaran (outputs)
yang dirasakan langsung oleh masyarakat, misalnya peningkatan pendapatan,
dsb. Dapat berupa tersedianya fasilitas
yang dapat diakses oleh publik.
f.
Dampak (impacts),
adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan atau kepentingan
umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja setiap indikator dalam suatu
kegiatan, misalnya kesejahteraan masyarakat, penurunan tingkat pengangguran.
VII.
KELOMPOK TANI
Menurut
Peraturan Menteri Pertanian No. 82/Permentan/OT.140/8/2013, Kelompok tani (Poktan) adalah kumpulan petani dan
nelayan yang terikat secara non formal yang tumbuh atas dasar keakraban,
keserasian, kesamaan kondisi lingkungan, (ekonomi, sosial, sumberdaya), saling
percaya-mempercayai, serta kesamaan kepentingan yang secara bersama-sama
memanfaatkan sumber daya pertanian untuk meningkatkan produktivitas usahatani
dan kesejahteraan anggotanya.
Manusia
(petani) mempunyai naluri untuk selalu hidup dengan orang lain sehingga manusia
disebut juga sosial animal : karena
mempunyai naluri untuk senantiasa hidup bersama. Dalam hubungan antara manusia
lain, yang paling penting adalah bagaimana sikap setiap individu dalam merespon
hubungan-hubungan yang ada. Menurut Soekanto (2003), bahwa dalam bersosialisasi
manusia mempunyai dua hasrat atau keinginan pokok yaitu;
(1)
Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya dan
(2)
Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya. Untuk dapat
menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut, manusia
menggunakan pikiran, perasaan dan kehendaknya. Aktivitas yang dilakukan manusia
dalam mengadaptasikan dengan alam sekitarnya akan berujung pada tumbuhnya
kelompok-kelompok sosial. Dikatakan kelompok apabila setiap anggotanya
mempunyai kesadaran yang sama untuk dapat saling berhubungan (interaksi)
terstruktur, bersistem dan berproses.
VIII. CIRI-CIRI
KELOMPOK TANI
Menurut
Nasir (2007), suatu kelompok tani dikatakan layak
sebagai kelompok apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Merupakan
kelompok yang beranggota 15-26 orang.
2.
Anggotanya
adalah petani di dalam suatu lingkungan pengaruh kontak tani.
3.
Mempunyai
minat dan kepentingan yang sama.
4.
Para anggota
memiliki kesamaan – kesamaan.
5.
Bersifat
informal.
Kelompok tani tidak hanya mempunyai kelayakan akan tetapi
mempunyai urutan kelas-kelas dan setiap kelas mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut: (a). Kelas Pemula, ciri-ciri anggota kelompok sudah ada, belum
mempunyai modal, belum mempunyai rencana kegiatan, belum mempunyai administrasi
kelompok yang baik, mememerlukan bimbingan secara kontinyu. (b). Kelas kelompok
Lanjut, ciri-ciri modal terbatas, mempunyai rencana kegiatan yang baik,
mempunyai administrasi kelompok yang baik, bersifat memenuhi kebutuhan anggota
masih perlu mendapat bimbingan. (c). Kelas kelompok Madya, ciri-ciri modal
cukup, mempunyai kegiatan rutin, mepunyai kemandirian dan menuju usaha yang
mandiri, memerlukan bimbingan sebagai konsultasi. (d). Kelas kelompok Utama,
ciri-ciri modal besar, berorientasi usaha atau pasar, menjalin kerja sama dengan KUD sebagai mitra usaha.
IX. FUNGSI
KELOMPOK TANI
Terbentuknya suatu kelompok tani di suatu wilayah tertentu diharapkan akan
merupakan wadah kebersamaan para petani dalam upaya yang menuju kearah
tercapainya petani yang tangguh, yaitu yang mampu mengambil keputusan dan
tindakan secara mandiri dalam upaya memecahkan masalahnya sendiri menghadapi
tantangan dan mengatasi kendala yang ada (Nasir, 2007).
Menurut Nasir
(2007), untuk mewujudkan harapan wadah kebersamaan maka kelompok tani
seharusnya dapat berfungsi sebagai berikut: (1) Kelas belajar, (b) Wahana
Kerjasama, dan (c) Unit produksi.
Menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 82/Permentan/OT.140/8/2013,
untuk mewujudkan harapan kebersamaan maka kelompok tani
mempunyai fungsi sebagai berikut:
a.
Kelas
belajar; kelompok tani merupakan wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta tumbuh dan berkembangnya
kemandirian dalam usaha tani sehingga produktivitasnya meningkat, pendapatan
bertambah serta kehidupannya lebih sejahtera.
b.
Wahana kerjasama; kelompok tani merupakan tempat untuk
memperkuat kerjasama diantara sesama petani dalam kelompok tani dan antar
kelompok tani dengan pihak lain. Melalui kerjasam ini diharapkan usaha taninya
akan lebih efisien serta lebih mampu menghadapai ancaman, tantangan, hambatan
dan gangguan.
c.
Unit produksi; usaha tani yang dilaksanakna oleh
masing-masing kelompok tani secara keseluruhan harus dipandang sebagi salah
satu usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi, baik dipandang
dari segi kuantitas, kualitas maupun kontinuitas.
X. UNSUR
PENGIKAT KELOMPOK TANI
Menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 82/Permentan/OT.140/8/2013,
bahwa beberapa unsur pengikat dalam kelompok tani yaitu:
(a) Adanya kepentingan yang sama diantar
para anggota, (b) Adanya kawasan usaha yang menjadi tanggung jawab bersama
diantara para anggota, (c) Adanya kader tani yang berdedikasi untuk
menggerakkan para petani dan kepemimpinannya diterima oleh sesama petani
lainnya, (d) Adanya kegiatan yang dapat
dirasakan manfaatnya oleh sekurang-kurangnya sebagian besar anggotanya, dan (e)
Adanya dorongan atau motivasi dari tokoh masyarakt setempat untuk menunjang
program yang telah ditentukan.
XI. PENUMBUHAN KELOMPOK
TANI
1.
Dasar Penumbuhan
Menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 82/Permentan/OT.140/8/2013
bahwa tumbuh dan berkembangnya kelompok-kelompok dalam
masyarakat, umumnya didasarkan atas adanya kepentingan dan tujuan bersama,
sedangkan kekompakan kelompok tersebut tergantung kepada faktor-faktor pengikat
yang dapat menciptakan keakraban individu-individu yang menjadi anggota
kelompok.
Penumbuhan kelompok tani dapat dimulai dari
kelompok-kelompok atau organisasi sosial yang sudah ada di masyarakat yang
selanjutnya melalui kegiatan penyuluhan pertanian diarahkan menuju bentuk
kelompok tani yang semakin terikat oleh kepentingan dan tujuan bersama dalam
meningkatkan produksi dan pendapatan dari usaha taninya.
Penumbuhan kelompok tani perlu memperhatikan
kondisi-kondisi kesamaan kepentingan, sumber daya alam, sosial ekonomi,
keakraban, saling mempercayai dan keserasian hubungan antar petani sehingga
dapat menjadi faktor pengikat untuk kelestarian kehidupan kelompok, sehingga
anggota kelompok merasa memiliki dan menikmati manfaat sebesar-besarnya dari
apa yang ada dalam kelomok tani (Peraturan
Menteri Pertanian No. 82/Permentan/OT.140/8/2013).
Menurut Nasir (2007), dalam rangka pembangunan sub sektor
pertanian, penumbuhan kelompok tani adalah sebagai berikut:
a.
Penumbuhan kelompok tani
didasarkan pada keakraban, keserasian dan kepentingan bersama, baik berdasarkan
hamparan usahatani kebun, domisili atau jenis usahatani tergantung kesepakatan
dari petani yang bersangkutan.
b.
Anggota pengurus kelompok tani
pertanian, baik yang merupakan kegiatan proyek maupun kegiatan pembangunan
swadaya.
c.
Merupakan pengorganisasian petani
yang mengatur kerjasama dan pembagian tugas anggota maupun pengurus dalam
kegiatan usahatani kelompok di hamparan kebun.
d.
Besaran kelompok tani disesuaikan
dengan jenis usahatani dan kondisi di lapangan, dengan jumlah anggota berkisar
20-30 orang.
e.
Keanggotaan kelompok tani
bersifat non formal.
2.
Prinsip-Prinsip Penumbuhan Kelompok Tani
Menurut Peraturan Menteri Pertanian No. . 82/Permentan/OT.140/8/2013, penumbuhan kelompok tani didasarkan pada prinsip-
prinsip sebagai berikut:
a.
Kebebasan, artinya menghargai para individu petani untuk
berkelompok sesuai keinginan dan kepentingannya. Setiap individu memiliki
kebebasan untuk menentukan serta memilih kelompok tani yang mereka kehendaki
sesuai dengan kepentingannya. Setiap individu bisa menjadi anggota satu atau
lebih kelompok tani.
b.
Keterbukaan, artinya
penyelenggaraan penyuluhan dilakukan secara terbuka antara penyuluh atau pelaku
utama serta pelaku usaha.
c.
Partisipatif, artinya
semua anggota terlibat dan memiliki hak serta kewajiban yang sama dalam
mengembangkan serta mengelola (merencanakan, melaksanakan, serta melakukan
penilaian kinerja) kelompok tani.
d.
Keswadayaan,
artinya mengembangkan kemampuan penggalian potensi diri sendiri,
para anggota dalam mengegmbangkan serta penyediaan dana dan sarana serta
pendayagunaan sumber daya agar terwujudnya kemandirian kelompok tani.
e.
Kemitraan, artinya penyelenggaraan penyuluhan yang dilaksanakan berdasarkan
prinsip saling menghargai, saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling
membutuhkan antara pelaku utama dan pelaku usaha yang difasilitasi oleh
penyuluh.
XII. ORGANISASI KELOMPOK TANI
Organisasi merupakan suatu
bentuk jalinan kerja sama antara individu yang mempunyai kesamaan pendapat,
kesamaan tujuan, dalam mencapai keberhasilan suatu usaha, tiap-tiap individu
atau anggota dalam organisasi mempunyai hak serta kewajiban yang sama guna
mencapai tujuan bersama. Dalam organisasi harus mempunyai pemimpin dan pengurus
yang telah di pilih oleh semua anggota, pemimpin dan pengurus mengkoordinir
dalam kegiatan organisasi agar tercapai tujuan bersama yang telah di tetapkan.
Kesamaan komoditi yang di usahakan dalam usaha tani serta
kesamaan kondisi sosial maupun ekonomi dan lingkungan dalam memanfaatkan
sumberdaya alam, petani dalam jumlah dan luas hamparan lahan tertentu dapat
mendorong terbentuknya organisasi kelompok, selain itu kesadaran yang timbul
serta keinginan untuk meningkatkan produksi pertanian dan keinginan untuk
menambah pengetahuan dalam usaha tani juga merupakan faktor pendorong
terbentuknya organisasi kelompok tani. Dalam kelompok atau organisasi para
petani menjalin rasa keakraban serta keserasian, kepentingan bersama dan saling
percaya satu sama lain (Anonymous, 1989).
Organisasi-organisasi yang sudah terbentuk baik
organisasi masyarakat, pemerintahan serta organisasi petani tentunya mempunyai
tujuan-tujuan tertentu yang sudah di tetapkan anggota. Adapun tujuan organisasi
kelompok tani antara lain: Menghimpun petani atas dasar dan kesamaan komoditi
usaha tani serta meningkatakan produksi, Menampung dan menyebarkan informasi
paket tekhnologi pertanian serta mengkordinir petani untuk memperoleh sarana produksi
(Saprodi) pertanian, Serta sebagai mitra usaha Koperasi Unit Desa (KUD) dalam
pengadaan Saprodi pertanain (Anonymous, 1989).
Kelompok
tani yang sudah terbentuk dalam kegiatan usaha tani mempunyai fungsi
mengendalikan: (1) kegiatan perencanaan pelaksanaan mulai dari pengadaan
Saprodi pertanian, pengelolaan jaringan irigasi, penyediaan dan penetapan
jadwal pengolahan lahan sampai panen dan pasca panen, serta analisa usaha tani
dan penyelesaian hutang dalam usaha tani.
(2)
mengerakkan kerja sama kelompok. dan (3) mengadakan hubungan dengan aparat
pemerintah yang terkait dengan usaha tani dan instansi penunjang (Anonymous,
1988).
DAFTAR PUSTAKA
...........
2006.Undang
Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanann dan Kehutanan (SP3K). Jakarta.
............2007. Pedomam
Pembinaan Kelembagaan Petani. Deptan Jakarta
............2007. Proses
Penumbuhan Kelompok Tani. Deptan Jakarta.
Djumhur, I dan Surya, Moh. 1975. Bimbingan dan penyuluhan
disekolah. Cv ilmu. Bandung.
Kartasapoetra,
A.G.1987. Tehnologi Penyuluhan Pertanian. Bina Aksara. Jakarta.
Mardikanto, T dan Sutarni,S. 1983. Pengantar
Penyuluhan Pertanian. Hapsara.
Jakarta.
Nasir, 2007. Pengembangan Dinamika Kelompok
Tani. http\\Pengembangan Dinamika Kelompok
Tani.htm.
Suhardiyono, L. 1990. Penyuluhan, Petunjuk Bagi Penyuluh Pertanain. Erlangga. Jakarta.
Sjecnadarfuddin. 2007. Perundang-Undangan Prtanian Auto Instruksional Lecture Notes.
STPP. Malang. BPSDMP. Dep. Pertanian.
Soedarmanto.1989. Dasar-dasar dan Pengelolaan Penyuluhan
Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Soekanto, S. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Wiriatmadja, S. 1986. dalam Subandi, S. 1998. Pokok-pokok
Penyuluhan Pertanian. Cv
Yasaguna. Jakarta.
Wahjuti, U. 2004. Akuntabilitas
Manajemen Penyuluhan Pertaniaan. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian,
Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar