Jumat, 02 Juni 2017

MEMBANGUN STRATEGI SISTEM AGRIBISNIS

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada awal pemenuhan kebutuhannya, manusia hanya mengambil dari alam sekitar tanpa kegiatan budidaya (farming), dengan demikian belum memerlukan sarana produksi pertanian. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia, alam tidak dapat menyediakan semua kebutuhan itu sehingga manusia mulai membudidayakan (farming) secara ekstensif berbagai tanaman, hewan dan ikan untuk memenuhi kebutuhannya. Pada tahap ini kegiatan budidaya mulai menggunakan sarana produksi, dilakukan dalarn pertanian itu sendiri (on farm) dan hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga sendiri (home consumption).

Tahap selanjutnya, ditandai dengan adanya spesialisasi dalam kegiatan budidaya sebagai akibat pengaruh perkembangan diluar sektor pertanian dan adanya perbedaan potensi sumberdaya alam (natural endowment) antar daerah, perbedaan ketrampilan (skill) dalam masyarakat serta terbukanya hubungan lalulintas antar daerah. Pada tahap ini, selain dikonsumsi sendiri, hasil-hasil pertanian mulai dipasarkan dan diolah secara sederhana sebelum dijual.

Perkembangan sektor pertanian selanjutnya dipacu oleh kemajuan teknologi yang sangat pesat di sektor industri (kimia dan mekanik) dan transportasi. Pertanian menjadi semakin maju dan kompleks dengan ciri produktivitas per hektar yang semakin tinggi berkat penggunaan sarana produksi pertanian yang dihasilkan oleh industri (pupuk dan pestisida). Kegiatan pertanian semakin terspesialisasi menurut komoditi dan kegiatannya. Namun, petani hanya melakukan kegiatan budidaya saja, sementara pengadaan sarana produksi pertanian didominasi oleh sektor industri.

Dipihak lain karena proses pengolahan hasil-hasil pertanian untuk berbagai keperluan membutuhkan teknologi yang semakin canggih dan skala yang besar agar ekonomis, maka kegiatan ini pun didominasi oleh sektor industri pengolahan. Melalui proses pengolahan, produk-produk pertanian menjadi lebih beragam penggunaan dan pemasarannyapun menjadi lebih mudah sehingga dapat diekspor. Pada tahap ini pembagian kerja di dalam kegiatan pertanian menjadi semakin jelas, yaitu kegiatan budidaya sebagai kegiatan pertanian dalam arti sempit, kegiatan produksi sarana pertanian sebagai industri hulu dan kegiatan pengolahan komoditi pertanian sebagai industri hilir. Spesialisasi fungsional dalam kegiatan pertanian seperti yang telah dikemukakan diatas meliputi seluruh kegiatan usaha yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan pertanian dan keseluruhannya disebut sistem Agribisnis.
Dalam arti yang sempit pertanian adalah usaha atau  kegiatan bercocok tanam. Sedangkan dalam arti luas pertanian adalah segala kegiatan manusia yang meliputi kegiatan bercocok tanam, perkebunan, peternakan dan kehutanan.Terkait dengan pertanian, maka dikenal istilah petani (farmer) dan usaha tani (farming). Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh petani cabe atau petani buncis. Usaha tani (farming) adalah sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budi daya tumbuhan. Cakupan obyek pertanian yang dianut di Indonesia meliputi budidaya tanaman (termasuk tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan). Ruang Lingkup Pertanian ada beberapa jenis pertanian berdasarkan perkembangannya yaitu:
a.   Pertanian ekstraktif, yaitu pertanian yang dilakukan dengan hanya mengambil atau mengumpulkan hasil alam tanpa upaya reproduksi. Pertanian semacam ini  sektor  ekstraksi hasil hutan.
b.  Pertanian generatif yaitu corak pertanian yang memerlukan usaha pembibitan atau pembenihan, pengolahan, pemeliharaan dan tindakan agronomis lainnya. Berdasarkan tahapan perkembangannya pertanian generatif dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:
1.  Perladangan berpindah
2.  Pertanian menetap
Selanjutnya berdasarkan ciri ekonomis yang lekat pada masing-masing corak pertanian dikenal dua kategori pertanian yakni pertanian subsisten dan pertanian komersial. Pertanian subsisten ditandai oleh ketiadaan akses terhadap pasar. Dengan kata lain produk pertanian yang dihasilkan hanya untuk memenuhi konsumsi keluarga, tidak dijual. Pertanian komersial berada pada sisi dikotomis pertanian subsisten. Umumnya  pertanian komersial menjadi karakter perusahaan pertanian di mana pengelola usahatani telah berorientasi pasar. Dengan demikian seluruh output pertanian yang dihasilkan seluruhnya dijual dan tidak dikonsumsi sendiri.
Pertanian sebagai kegiatan ekonomi pertanian dapat dipandang sebagai suatu sistem yang dinamakan agribisnis. Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor pangan.    Dalam kerangka berpikir sistem ini, pengelolaan tempat usaha pembibitan, penyediaan input produksi,dan sarana produksi, biasa diistilahkan sebagai aspek hulu.  Sementara kegiatan pasca panen seperti ; distribusi, pengolahan, dan pemasaran dimasukkan dalam aspek hilir. Sedangkan Budidaya dan pengumpulan hasil merupakan bagian dari aspek proses produksi.
Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah cara pandang ekonomi bagi usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran.

Agribisnis itu adalah suatu sistem yang utuh mulai sub-sistem penyediaan sarana produksi dan peralatan pertanian sub-sistem usahatani sub-sistem pengolahan atau agroindustri dan sub-sistem pemasaran. Agar sub-sistem ini bekerja dengan baik maka diperlukan dukungan sub-sistem kelembagaan sarana dan prasarana serta sub-sistem penunjang dan pembinaan.
Agribisnis sebagai suatu sistem adalah agribisnis merupakan seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Disini dapat diartikan bahwa agribisnis terdiri dari dari berbagai sub sistem yang tergabung dalam rangkaian interaksi dan interpedensi secara reguler, serta terorganisir sebagai suatu totalitas.

Adapun kelima mata rantai atau subsistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a)  Sub sistem penyediaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan dan penyaluran. Kegiatan ini mencakup Perencanaan, pengelolaan dari sarana produksi, teknologi dan sumberdaya agar penyediaan sarana produksi atau input usahatani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu dan tepat produk.

b)  Subsistem Usahatani atau proses produksi
Sub sistem ini mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer pertanian. Termasuk kedalam kegiatan ini adalah perencanaan pemilihan lokasi, komoditas, teknologi, dan pola usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer. Disini ditekankan pada usahatani yang intensif dan sustainable (lestari), artinya meningkatkan produktivitas lahan semaksimal mungkin dengan cara intensifikasi tanpa meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian sumber daya alam yaitu tanah dan air. Disamping itu juga ditekankan usahatani yang berbentuk komersial bukan usahatani yang subsistem, artinya produksi primer yang akan dihasilkan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam artian ekonomi terbuka 

c)  Subsistem Agroindustri/pengolahan hasil
Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi primer tersebut. Dengan demikian proses pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan peningkatan mutu. 



d)  Subsistem Pemasaran
Sub sistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usahatani dan agroindustri baik untuk pasar wilayah sendiri maupun luar wilayah. Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi pasar dan menguasai pasar pada pasar wilayah sendiri maupun luar wilayah.

e)  Subsistem Penunjang
Subsistem ini merupakan penunjang kegiatan pra panen dan pasca panen yang meliputi
a.   Sarana Tataniaga
b.  Perbankan/perkreditan
c.   Penyuluhan Agribisnis
d.  Kelompok tani
e.   Infrastruktur agribisnis
f.    Koperasi Agribisnis
g.  BUMN
h.  Swasta
i.     Penelitian dan Pengembangan
j.    Pendidikan dan Pelatihan
k.   Transportasi
l.     Kebijakan Pemerintah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Agribisnis

Menurut asal muasalnya kata Agribisnis berangkat dari kata Agribusiness, dimana Agri=Agriculture artinya pertanian dan Business berarti usaha atau kegiatan yang berorientasi profit. Jadi secara sederhana Agribisnis (agribusiness) adalah usaha atau kegiatan pertanian serta apapun yang terkait dengan pertanian berorientasi profit.

Istilah “agribusiness” untuk pertama kali dikenal oleh masyarakat Amerika Serikat pada tahun 1955, ketika John H. Davis menggunakan istilah tersebut dalam makalahnya yang disampakan pada "Boston Conference on Disiribution". Kemudian John H. Davis dan Ray Goldberg kembali lebih memasyarakatkan agribisnis melalui buku mereka yang berjudul "A Conception of Agribusiness" yang terbit tahun 1957 di Harvard University. Ketika itu kedua penulis bekerja sebagai guru besar pada Universitas tersebut. Tahun 1957, itulah dianggap oleh para pakar sebagai tahun kelahiran dari konsep agribisnis. Dalam buku tersebut, Davis dan Golberg mendefinisikan agribisnis sebagai berikut: "The sum total of all operation involved in the manufacture and distribution of farm supplies: Production operation on farm: and the storage, processing and distribution of farm commodities and items made from them". Berikut pengertian agribisnis sebagai suatu sistem menurut beberapa ahli :

 Arsyad dan kawan-kawan menyatakan Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Pertanian dalam arti luas adalah kegitan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.

 E. Paul Roy memandang agribisnis sebagai suatu proses koordinasi berbagai sub-sistem. Koordinasi merupakan fungsi manajemen untuk mengintegrasikan berbagai sub-sistem menjadi sebuah sistem.

 Wibowo mengartikan agribisnis mengacu kepada semua aktivitas mulai dari pengadaan, prosesing, penyaluran sampai pada pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri yang saling terkait satu sama lain.
 Agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan dengan penanganan komoditi pertanian dalam arti luas, yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan masukan dan keluaran produksi (agroindustri), pemasaran masukan-keluaran pertanian dan kelembagaan penunjang kegiatan. Yang dimaksud dengan berhubungan adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian. (Downey and Erickson. 1987)














BAB III
STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS

Strategi Pengembangan Agribisnis ada beberapa aspek yang dapat ditempuh dalam upaya mengembangkan kegiatan agribisnis yaitu pertama pembangunan agribisnis merupakan pembangunan industri dan pertanian serta jasa yang dilakukan sekaligus, dilakukan secara simultan dan harmonis. Sering kita dapatkan selama ini adalah industri pengolahan (Agroindustri) berkembang di Indonesia, tapi bahan bakunya dari impor. Dipihak lain, peningkatan produksi pertanian tidak diikuti oleh perkembangan industri pengolahan ( Membangun industri berbasis sumberdaya domestik/lokal). Sehingga perlu pengembangan agribisnis vertikal.
Kedua membangun agribisnis adalah membangun keunggulan bersaing diatas keunggulan komparatif. Dalam arti bahwa membangun daya saing produk agribisnis melalui transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing, yaitu dengan cara:
A.  Mengembangkan subsistem hulu (pembibitan, agro-otomotif, agro-kimia) dan pengembangan subsistem hilir yaitu pendalaman industri pengolahan ke lebih hilir dan membangun jaringan pemasaran secara internasional, sehingga pada tahap ini produk akhir yang dihasilkan sistem agribisnis didominasi oleh produk-produk lanjutan atau bersifat capital and skill labor intensive.
B.    Pembangunan sistem agribisnis yang digerakkan oleh kekuatan inovasi. Dengan demikian produk utama dari sistem agribisnis pada tahap ini merupakan produk bersifat Technology intensive and knowledge based.
C.    Perlu orientasi baru dalam pengelolaan sistem agribisnis yang selama ini hanya pada peningkatan produksi harus diubah pada peningkatan nilai tambah sesuai dengan permintaan pasar serta harus selalu mampu merespon perubahan selera konsumen secara efisien..
D.  Menggerakkan kelima subsistem agribisnis secara simultan, serentak dan harmonis. Untuk  menggerakkan sistem agribisnis perlu dukungan semua pihak yang berkaitan dengan agribisnis/ pelaku-pelaku agribisnis mulai dari Petani, Koperasi, BUMN dan swasta serta perlu seorang dirigent yang mengkoordinasi keharmonisan Sistem Agribisnis.
E.  Menjadikan agroindustri sebagai A Leading Sector Agroindustri adalah industri yang memiliki keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir agroindustri. Sedangkan keterkaitan tidak langsung berupa kegiatan ekonomi lain yang menyediakan bahan baku (input) lain diluar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dll. Dalam mengembangkan agroindustri, tidak akan berhasil tanpa didukung oleh agroindustri penunjang lain seperti industri pupuk, industri pestisida, industri bibit/benih, industri pengadaan alat-alat produksi pertanian dan pengolahan agroindustri seperti industri mesin perontok dan industri mesin pengolah lain. 
F.   Membangun Sistem agribisnis melalui Industri Perbenihan
Industri Perbenihan merupakan mata rantai terpenting dalam pembentukan atribut produk agribisnis secara keseluruhan. Atribut dasar dari produk agribisnis seperti atribut nutrisi (kandungan zat-zat nutrisi) dan atribut nilai (ukuran, penampakan, rasa, aroma dan sebagainya) serta atribut keamanan dari produk bahan pangan seperti kandungan logam berat, residu pestisida, kandungan racun juga ditentukan pada industri perbenihan. Oleh karena itu Pemerintah daerah perlu mengembangkan usaha perbenihan (benih komersial) berdasar komoditas unggulan masing-masing daerah, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi industri perbenihan modern
G.  Dukungan Industri Agro-otomotif dalam pengembangan system agribisnis. Perlu  adanya rental Agro-otomotif yang dilakukan oleh Koperasi Petani atau perusahaan agro-otomotif itu sendiri. Dukungan Industri Pupuk dalam pengembangan sistem agribisnis. Pada waktu yang akan datang industri pupuk perlu mengembangkan sistem Networking baik vertikal (dari hulu ke hilir) maupun Horisontal (sesama perusahaan pupuk), yaitu dengan cara penghapusan penggabungan perusahaan pupuk menjadi satu dimana yang sekarang terjadi adalah perusahaan terpusat pada satu perusahaan pupuk pemerintah. Oleh karena perusahaan-perusahaan pupuk harus dibiarkan secara mandiri sesuai dengan bisnis intinya dan bersaing satu sama lain dalam mengembangkan usahanya. Sehingga terjadi harmonisasi integrasi dalam sistem agribisnis. Serta perlu dikembangkan pupuk majemuk, bukan pupuk tunggal yang selama ini dikembangkan.
H.  Pengembangan Sistem Agribisnis melalui Reposisi Koperasi Agribisnis Koperasi perlu mereformasi diri agar lebih fokus pada kegiatan usahanya terutama menjadi koperasi pertanian dan mengembangkan kegiatan usahanya sebagai koperasi agribisnis. Untuk  memperoleh citra positif layaknya sebuah koperasi usaha misalnya: Koperasi Agribisnis atau Koperasi Agroindustri atau Koperasi Agroniaga yang menangani kegiatan usaha mulai dari hulu sampai ke hilir. Pengembangan Sistem Agribisnis melalui pengembangan sistem informasi agribisnis. Dalam membangun sistem informasi agribisnis, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah informasi produksi, informasi proses, distribusi, dan informasi pengolahan serta informasi pasar. Membumikan pembangunan sistem Agribisnis dalam otonomi daerah. Pembangunan Ekonomi Desentralistis-Bottom-up, yang mengandalkan industri berbasis Sumberdaya lokal. Pembangunan ekonomi nasional akan terjadi di setiap daerah.
I.    Dukungan perbankan dalam pengembangan sistem agribisnis di daerah.Untuk membangun agribisnis di daerah, peranan perbankan sebagai lembaga pembiayaan memegang peranan penting. Ketersediaan skim pembiayaan dari perbankan akan sangat menentukan maju mundurnya agribisnis daerah. Selama ini yang terjadi adalah sangat kecilnya alokasi kredit perbankan pada agribisnis daerah, khususnya pada on farm agribisnis.
Ø Pengembangan strategi pemasaran dan sumberdaya agribisnis.
Pengembangan strategi pemasaran menjadi sangat penting peranannya terutama menghadapi masa depan, dimana preferensi konsumen terus mengalami perubahan, keadaan pasar heterogen. Dari hal tersebut, sekarang sudah mulai mengubah paradigma pemasaran menjadi menjual apa yang diinginkan oleh pasar (konsumen). Dalam pengembangan sektor agribisnis agar dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan pasar, diperlukan pengembangan sumberdaya agribisnis, khususnya pemanfaatan dan pengembangan teknologi serta pembangunan kemampuan Sumberdaya Manusia (SDM) Agribisnis sebagai aktor pengembangan agribisnis.
J.   Pengembangan Pusat Pertumbuhan Sektor Agribisnis Infrastruktur Agribisnis. Perlu  pengembangan pusat-pusat pertumbuhan sektor agribisnis komoditas unggulan yang didasarkan pada peta perkembangan komoditas agribisnis, potensi perkembangan dan kawasan kerjasama ekonomi. Dalam pengembangan pusat pertumbuhan Agribisnis, perlu dukungan pengembangan Infrastruktur seperti jaringan jalan dan transportasi (laut, darat, sungai dan udara), jaringan listrik, air, pelabuhan domestik dan pelabuhan ekspor dan lain-lain.
K.   Kebijaksanaan terpadu pengembangan Ada beberapa  
 bentuk kebijaksanaan terpadu dalam pengembangan
 agribisnis.

a.   Kebijaksanaan pengembangan produksi dan 
produktivitas ditingkat perusahaan.
b.  Kebijaksanaan tingkat sektoral untuk
mengembangkan seluruh kegiatan usaha sejenis.
c.   Kebijaksanaan pada tingkat sistem agribisnis yang
mengatur keterkaitan antara beberapa sektor.
d.  Kebijaksanaan ekonomi makro yang mengatur
seluruh kegiatan perekonomian yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap agribisnis.

L.   Pengembangan agribisnis berskala kecil. Ada 3
    kebijaksanaan yang harus dilakukan adalah:

a.   Farming Reorganization
Reorganisasi jenis kegiatan usaha yang produktif dan diversifikasi usaha yang menyertakan komoditas yang bernilai tinggi serta reorganisasi manajemen usahatani. Dalam hal ini disebabkan karena keterbatasan lahan yang rata-rata kepemilikan hanya 0,1 Ha.

b.  Small-scale Industrial Modernization
Modernisasi teknologi, modernisasi sistem, organisasi dan manajemen, serta modernisasi dalam pola hubungan dan orientasi pasar.

c.   Services Rasionalization
Pengembangan layanan agribisnis dengan rasionalisasi lembaga penunjang kegiatan agribisnis untuk menuju pada efisiensi dan daya saing lembaga tersebut. Terutama adalah lembaga keuangan pedesaan, lembaga litbang khususnya penyuluhan.
M.      Pembinaan Sumberdaya Manusia untuk mendukung pengembangan agribisnis dan ekonomi. Dalam era Agribisnis, aktor utama pembangunan agribisnis dan aktor pendukung pembangunan agribisnis perlu ada pembinaan kemampuan aspek bisnis, manajerial dan berorganisasi bisnis petani serta peningkatan wawasan agribisnis. Dalam hal ini perlu reorientasi peran penyuluhan pertanian yang merupakan lembaga pembinaan SDM petani. Oleh karena itu perlu peningkatan pendidikan penyuluh baik melalui pendidikan formal, kursus singkat, studi banding. Serta perlu penambahan fungsi BPP yang selama ini sebagai lembaga penyuluhan agro-teknis, ditambah sebagai Klinik Konsultasi Agribisnis.       Luas lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk budidaya tanaman hortikultura di dunia adalah sangat kecil jika dibandingkan dengan luas lahan yang dimanfaatkan untuk budidaya tanaman serelia (biji-bijian) atau tanaman pangan lainnya. Di Indonesia, luas lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk budidaya tanaman hortikultura juga relatif kecil dibandingkan dengan luas yang dimanfaatkan untuk jenis tanaman pangan lainnya.

Potensi ekonomi beberapa tanaman hortikultura besar, karena harganya yang tinggi dan juga karena waktu yang dibutuhkan untuk produksinya singkat. Beberapa jenis tanaman sayuran dapat ditanam beberapa kali dalam setahun, terutama di daerah tropis seperti Indonesia di masa musim tanam  tidak dibatasi oleh musim dingin sebagaiman yang terjadi pada daerah beriklim sedang. Namun, belum banyak yang memandang hal ini sebagai salah satu potensi ekonomi yang tinggi. Padahal hal ini menjanjikan pasar yang baik dan berkelanjutan apabila dapat dikelola, dimanfaatkan dan dimanajemen dengan sistem yang dapat menghasilkan keuntungan yang besar.
Persepsi masyarakat sejauh ini bahwa dalam menjalankan sistem hortikultura hasil penjualan yang diperoleh besar, tetapi modal yang dibutuhkan juga besar. Sering kali hal ini yang menjadi penghambat bagi masyarakat untuk megembangkan sistem hortikultura di Indonesia. Menanam tanaman hortikultura memang membutuhkan modal, tenaga kerja dan relasi yang baik. Karena produk dari hortikultura tidak bisa bertahan dalam waktu yang terlalu lama, karena akan menyebabkan busuk. Dan yang membuat produk Indonesia kalah bersaing dengan produk dari luar negeri adalah cara pengolahan yang tidak memberi efek terlalu besar terhadap nilai barang hortikultura.

Untuk mengatasi kendala tersebut, kelompok tani adalah salah satu cara yang dapat membantu mengatasi masalah dan kendala dalam menjalankan pertanian hortikultura. Kelompok tani yang beranggotakan 4 sampai 6 rumah tangga ini akan terlibat dalam semua kegiatan industri.

1.  Modal Usaha
    Salah satu yang paling penting untuk memulai usaha adalah modal. Tanaman hortikultura terkadang membutuhkan modal yang cukup besar, namun hasil usaha yang diperoleh juga akan besar apabila faktor dari alam sendiri juga mendukung. Oleh karena itu, seluruh anggota dari kelompok tani akan
mengumpulkan modal usaha dimana hal ini yang sering menjadi kendala dalam memulai bisnis pertanian yang besar. Modal usaha ini akan digunakan sebagai modal untuk membeli lahan dan bibit tanaman yang akan dikelola. Dengan adanya 4 sampai 6 anggota rumah tangga maka modal yang terkumpul akan semakin besar dan lahan dan bisnis yang dibuka bisa cukup besar. Sarana dan prasarana pun dapat segera dimaksimalkan dimana pertanian yang biasa dan perorangan masih memikirkan biaya dan modal yang besar apabila ingin menggunakan segala teknologi untuk memudahkan bisnis pertanian yang dijalankannya. Kebutuhan akan unsur hara dan air pun dapat langsung diperhatikan karena hal ini merupakan salah satu factor yang sensitive untuk mendapat hasil pertanian yang maksimal.

2.  Tenaga Kerja
    Dalam proses penanaman, pemeliharaan sampai pada pemanenan hasil tanaman, maka tenaga kerja yang dibutuhkan pun banyak. Sering kali petani tidak mendapatkan keuntungan yang maksimal karena modal untuk pekerja di lahannya juga sudah besar.
Oleh karena itu, dengan sistem kelompok tani dimana seluruh anggotamerasa memiliki bisnis ini karena sebagian modalnya adalah miliknya maka semua anggota akan ikut bekerja dalam proses bisnis ini dari awal sampai menghasilkan keuntungan yang maksimal dengan sistem pembagian pekerjaan sama rata sesuai dengan kelahlian masing-masing anggota. Untuk itu, tidak perlu lagi khawatir akan kurangnya pekerja pada lahan bisnis, karena seluruh anggota kelompok tani adalah pemilik sekaligus pekerja yang bertanggung jawab untuk mengelola lahan dan bisnis pertanian hortikultura ini. Namun, pembagian konsentrasi pekerjaan dan penanggungjawab harus tetap dibagi. Dan ketika ada suatu kegiatan yang membutuhkan tenaga yang banyak maka semua harus ikut campur tangan.

3.   Jenis Tanaman yang Variatif
      Memiliki lebih dari 1 pemilik akan membuat pengetahuan dalam bertani semakin variatif, maka jenis tanaman yang ditanam akan lebih variatif dan penuh pertimbangan mana jenis tanaman yang menghasilkan keuntungan yang paling besar dengan resiko kerugian yang paling kecil. Lahan yang ditanami tanaman hortikutura lebih dari 1 jenis untuk memaksimalkan lahan dan memilih tanaman pertanian yang cocok untuk ditanam saling berdampingan. Misalnya cabai merah dengan tomat, dimana perawatannya pun hampir sejalan sehingga menghemat tenaga yang digunakan. Dengan adanya kelompok tani maka diskusi akan lebih sering dilakukan untuk mendapatkan cara, teknik, ide-ide baru untuk penananam tanaman hortikultura yang menghasilkan untung besar dan pasarnya berkelanjutan.

4.   Pengemasan Hasil Panen
      Salah satu kelemahan sistem pertanian Indonesia dalam memasarkan hasil usaha pertaniannya adalah tidak adanya proses lanjutan setelah pemanenan, padahal hal ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan nilai
jual barang pertanian yang notabene mudah rusak dan busuk. Oleh karena itu perlu dilakukan pengemasan barang atau hasil pertanian hortikultura agar lebih tahan lama dan meningkatkan nilai jual barang tersebut. Pengemasan ini juga bertujuan untuk menghindarkan bawang dari kerusakan dan kebusukan yang rentan dihadapi tanaman hortikultura yang dapat menurunkan nilai atau harga jual prosuk pertanian tersebut.

5.  Koperasi Kelompok Tani
Untuk meningkatkan kesejahteraan setiap anggota kelompok tani, maka perlu dibuat adanya koperasi simpan pinjam untuk anggota kelompok apabila ada yang membutuhkan uang.



6.   Keuntungan yang Diperoleh
      Keuntungan yang diperoleh dari bisnis pertanian ini 30% akan digunakan untuk modal selanjutnya, 60% dibagi kepada tiap anggota dan 10% diberi kepada koperasi yang telah dibentuk untuk simpan pinjam anggota kelompok apabila ada yang membutuhkan. Masih banyak hal lain yang dapat diperhatikan untuk memperoleh keuntungan yang besar dalam sistem pertanian hortikultura ini.
















BAB IV
PEMBAHASAN
   Strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran. Dengan definisi ini dapat diturunkan ruang lingkup agribisnis yang mencakup semua kegiatan pertanian yang dimulai dengan pengadaan penyaluran sarana produksi (the manufacture and distribution of farm supplies), produksi usaha tani (Production on the farm) dan pemasaran (marketing) produk usaha tani ataupun olahannya. Ketiga kegiatan ini mempunyai hubungan yang erat, sehingga gangguan pada salah satu kegiatan akan berpengaruh terhadap kelancaran seluruh kegiatan dalam bisnis. Karenanya agribisnis digambarkan sebagai satu sistem yang terdiri dari tiga subsistem, serta tambahan satu.
Secara konsepsional sistem agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktifitas, mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi (input) sampai dengan pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usaha tani serta agroindustri, yang saling terkait satu sama lain. Dengan demikian sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem yaitu:
Subsistem Agribisnis/Agroindustri Hulu meliputi pengadaan sarana produksi pertanian antara lain terdiri dari benih, bibit, makanan ternak, pupuk , obat pemberantas hama dan penyakit, lembaga kredit, bahan bakar, alat-alat, mesin, dan peralatan produksi pertanian. Pelaku-pelaku kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi adalah perorangan, perusahaan swasta, pemerintah, koperasi. Betapa pentingnya subsistem ini mengingat perlunya keterpaduan dari berbagai unsur itu guna mewujudkan sukses agribisnis. Industri yang meyediakan sarana produksi pertanian disebut juga sebagai agroindustri hulu (upstream).

Subsistem Budidaya / Usahatani usaha tani menghasilkan produk pertanian berupa bahan pangan, hasil perkebunan, buah-buahan, bunga dan tanaman hias, hasil ternak, hewan dan ikan. Pelaku kegiatan dalam subsistem ini adalah produsen yang terdiri dari petani, peternak, pengusaha tambak, pengusaha tanaman hias dan lain-lain.

Subsistem Agribisnis/agroindustri Hilir meliputi Pengolahan dan Pemasaran (Tata niaga) produk pertanian dan olahannya. Dalam subsistem ini terdapat rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan produk usaha tani, pengolahan, penyimpanan dan distribusi. Sebagian dari produk yang dihasilkan dari usaha tani didistribusikan langsung ke konsumen didalam atau di luar negeri. Sebagian lainnya mengalami proses pengolahan lebih dahulu kemudian didistribusikan ke konsumen. Pelaku kegiatan dalam subsistem ini ialah pengumpul produk, pengolah, pedagang, penyalur ke konsumen, pengalengan dan lain-lain. Industri yang mengolah produk usahatani disebut agroindustri hilir (downstream). Peranannya amat penting bila ditempatkan di pedesaan karena dapat menjadi motor penggerak roda perekonomian di pedesaan, dengan cara menyerap/mencipakan lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan.

Subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (kelembagaan) subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (kelembagaan) atau supporting institution adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi untuk mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, sub-sistem usaha tani, dan sub-sistem hilir. Lembaga-lembaga yang terkait dalam kegiatan ini adalah penyuluh, konsultan, keuangan, dan penelitian. Lembaga penyuluhan dan konsultan memberikan layanan informasi yang dibutuhkan oleh petani dan pembinaan teknik produksi, budidaya pertanian, dan manajemen pertanian. Untuk lembaga keuangan seperti perbankan, model ventura, dan asuransi yang memberikan layanan keuangan berupa pinjaman dan penanggungan risiko usaha (khusus asuransi). Sedangkan lembaga penelitian baik yang dilakukan oleh balai-balai penelitian atau perguruan tinggi memberikan layanan informasi teknologi produksi, budidaya, atau teknik manajemen mutakhir hasil penelitian dan pengembangan.

Berdasarkan pandangan bahwa agribisnis sebagai suatu sistem dapat terlihat dengan jelas bahwa subsistem-subsistem tersebut tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling terkait satu dengan yang lain. Subsistem agribisnis hulu membutuhkan umpan balik dari subsistem usaha tani agar dapat memproduksi sarana produksi yang sesuai dengan kebutuhan budidaya pertanian. Sebaliknya, keberhasilan pelaksanaan operasi subsistem usaha tani bergantung pada sarana produksi yang dihasilkan oleh subsistem agribisnis hilir. Selanjutnya, proses produksi agribisnis hilir bergantung pada pasokan komoditas primer yang dihasilkan oleh subsistem usahatani. Subsistem jasa layanan pendukung, seperti telah dikemukakan, keberadaannya tergantung pada keberhasilan ketiga subsistem lainnya. Jika subsistem usahatani atau agribisnis hilir mengalami kegagalan, sementara sebagian modalnya merupakan pinjaman maka lembaga keuangan dan asuransi juga akan mengalami kerugian.

Dalam hal pengelolaan sub sistem agribisnis diatas memerlukan penanganan/manajerial. Maka kekhususan manajemen agribisnis antara lain dapat dinyatakan keanekaragaman jenis bisnis yang sangat besar pada sektor agribisnis yaitu dari para produsen dasar sampai para pengirim, perantara, pedagang borongan, pemproses, pengepak, pembuat barang, usaha pergudangan, pengangkutan, lembaga keuangan, pengecer, kongsi bahan pangan, restoran dan lainnya.

Besarnya jumlah agribisnis, secara kasar berjuta-juta bisnis yang berbeda telah lazim menangani aliran dari produsen sampai ke pengecer. Cara pembentukan agribisnis dasar di sekeliling pengusaha tani. Para pengusaha tani ini menghasilkan beratus-ratus macam bahan pangan dan sandang (serat). Keanekaragaman yang tidak menentu dalam hal ukuran agribisnis, dari perusahaan raksasa sampai pada organisasi yang di kelola oleh satu orang.

Agribisnis yang berukuran kecil dan harus bersaing di pasar yang relative bebas dengan penjual yang berjumlah banyak dan pembeli yang lebih sedikit. Falsafah hidup tradisional yang dianut oleh para pekerja agribisnis cenderung membuat agribisnis lebih berpandangan konservatif dibanding bisnis lainnya.

Kenyataan bahwa agribisnis cenderung berorientasi pada masyarakat, banyak di antaranya terdapat dikota kecil dan pedesaan, dimana hubungan antar perorangan penting dan ikatan bersifat jangka panjang.

Kenyataan bahwa agribisnis yang sudah menjadi industri raksasa sekali pun sangat bersifat musiman. Dampak dari program dan kebijakan pemerintah mengena langsung pada agribisnis. Misalnya harga gabah sangat dipengaruhi oleh peraturan pemerintah.

Apabila subsistem usahatani dimodernisasi/dikembangkan, maka akan membentuk sebuah sistem agribisnis. Dimana subsistem usahatani akan mempunyai keterkaitan erat ke belakang yang berupa peningkatan kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi, dan kaitan ke depan yang berupa peningkatan kegiatan pasca panen (terdiri dari pengolahan dan pemasaran produk pertanian dan olahannya). Jika subsistem usahatani digambarkan sebagai proses menghasilkan produk-produk pertanian di tingkat primer (biji, buah, daun, telur, susu, produk perikanan, dan lain-lain), maka kaitannya dengan industri berlangsung ke belakang  dan ke depan. Kaitan ke belakang berlangsung karena usahatani memerlukan input seperti bibit dan benih berkualitas, pupuk, pestisida, pakan ternak, alat dan mesin pertanian, modal, teknologi, serta manajemen. Sedangkan keterkaitan erat ke depan dapat diartikan bahwa suatu industri muncul karena mempergunakan hasil produksi budidaya/usahatani sebagai bahan bakunya, atau bisa juga suatu produk agroindustri digunakan untuk bahan baku industri lainnya. Kaitan ke depan berlangsung karena produk pertanian mempunyai berbagai karakteristik yang berbeda dengan produk industri, antara lain misalnya: musiman, tergantung pada cuaca, membutuhkan ruangan yang besar untuk menyimpannya (Bulky / voluminous), tidak tahan lama/mudah rusak (perishable), harga fluktuatif, serta adanya kebutuhan dan tuntutan konsumen yang tidak hanya membeli produknya saja, tapi makin menuntut persyaratan kualitas (atribut produk) bila pendapatan meningkat. Selanjutnya kaitan ke belakang ini disebut juga agroindustri Hulu (Up stream) dan kaitan ke depan disebut agroindustri hilir (Down stream).

Keterkaitan berikutnya adalah kaitan ke luar (outside linkage), ini terjadi karena adanya harapan agar system agribisnis dapat berjalan/berlangsung secara terpadu (integrated) antar subsistem. Kaitan ke luar ini berupa lembaga penunjang kelancaran antar subsistem. Organisasi pendukung agribisnis merupakan organisasi sebagai pendukung atau penunjang jalannya kegiatan agribisnis yakni dalam hal untuk mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, sub-sistem usaha tani, dan sub-sistem hilir. Organisasi pendukung agribisnis ini biasa disebut juga dengan organisasi jasa pendukung agribisnis. Seluruh kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis, seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga transportasi, lembaga pendidikan, dan lembaga pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter, perdagangan internasional, kebijakan tata-ruang, serta kebijakan lainnya).












BAB V
KESIMPULAN
Maka dapat disimpulkan bahwa Agribisnis sebagai suatu sistem, bukan sebagai sektor karena jika tidak ada salah satu sub sistemnya maka agribisnis tidak akan berjalan. Susbsistem agribisnis itu sendiri ialah Hulu, Usahatani, Hilir dan Kelembagaan. Dan disimpulkan pula bahwa dalam perekonomian Indonesia, agribisnis berperan penting sehingga mempunyai nilai strategis. Peran strategis agribisnis itu adalah sebagai berikut. Sektor agribisnis merupakan penghasil makanan pokok penduduk. Peran ini tidak dapat disubstitusi secara sempurna oleh sektor ekonomi lainnya, kecuali apabila impor pangan menjadi pilihan. Peranan agribisnis dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Sampai saat ini non-migas menyumbang sekitar 90 persen PDB, dan agribisnis merupakan penyumbang terbesar dalam PDB non-migas. Peranan agribisnis dalam penyerapan tenaga kerja. Karakteristik teknologi yang digunakan dalam agribisnis bersifat akomodatif terhadap keragaman kualitas tenaga kerja sehingga tidak mengherankan agribisnis menjadi penyerap tenaga kerja nasional yang terbesar. Peranan agribisnis dalam perolehan devisa.selama ini selain ekspor migas, hanya agribisnis yang mampu memberikan net-ekspor secara konsisten. Peranan agribisnis dalam penyediaan bahan pangan. Ketersediaan berbagai ragam dan kualitas pangan dalam jumlah pada waktu dan tempat yang terjangkau






















DAFTAR PUSTAKA


Baharsjah, S. 1991. Rencana Pembangunan Agribisnis dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua. Makalah sebagai pengantar Diskusi di Deptan RI (tidak dipubilkasikan).
Krisnamurthi, Y.B. dan-B. Saragih. 1992. Perkembangan Agribisnis Kecil. Mimbar Sosek No.6 Desember 1992. Sosek Faperta IPB, Bogor.
Firdaus, Muhammad. 2008. Manajemen Agribisnis. Jakarta: Bumi Aksara.
R.Hermawan, SP,MP.Membangun Sistem Agribisnis. Artikel online. Makalah Seminar Mahasiswa.tgl.20 Desember 2006. Faperta UGM Yogyakarta.
Wikipedia.com.Pengertian Agribisnis.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar