Selasa, 03 Januari 2017

PEMBUATAN PESTISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN HAMA WALANG SANGIT (LEPTOCORISA ACUTA) DAN WERENG COKELAT (NILAPARVATA LUGENS) PADA TANAMAN PADI SAWAH







 
























OLEH

HARI MURTIYOSO,S.ST
 PENYULUH PERTANIAN LAPANGAN






2016



KATA PENGANTAR

          Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan bimbinganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Buku dengan judul Pembuatan Pestisida Nabati Untuk Mengendalikan  Hama Walang Sangit (Leptocorisa acuta) dan Wereng Cokelat (Nilaparvata lugens) pada Tanaman Padi Sawah. Buku di susun agar semua masyarakat luas dan petani dapat membuat  pestisida nabati untuk mengendalikan hama walang sangit dan wereng cokelat pada tanaman padi sawah dan bagi penyuluh sebagai  bahan materi penyuluhan  dalam penggunaan pestisida nabati untuk mengendalikan hama walang sangit dan wereng cokelat pada tanaman padi sawah serta Sebagai bahan informasi dan pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam pengambilan kebijakan tentang penggunaaan pestisida dalam uasahatani. Dengan tersususnnya buku saya mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1.     Bapak  Ir. H.Suprianto HP,, M.Si  selaku Kepala BKP3D Kabupaten Nunukan
2.     Bapak H. Heru Wihartopo, SPKP selaku Koord.Jabatan Fungsional
3.     Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian Buku  ini.
          Penulis menyadari bahwa Buku ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran dan masukan demi   perbaikan dan kesempurnaannya.
        Nunukan,   Oktober  2016
                                                                                          Penulis












DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar

DaftarIsi

Pendahuluan

1.
Latar Belakang

2.
Mengenal pestisida


A.
Pestisida secara umum


B
Pestisida sintetis



1.
Kelebihan



2.
Kekurangan



3.
Dampak negatif pestisida sintetis



4.
Perkembangan penggunaan pestisida sintetis


C.
Pestisida nabati



1.
Fungsi pestisida nabati



2.
Kelebihan



3.
Kekurangan



4.
Dampak negatif pestisida sintetis



5.
Perkembangan penggunaan pestisida nabati



6.
Prospek pengembangan pestisida nabati dalam pertanian organik (padi)



7.
Tindakan pengendalian



8.
Bahan pestisida nabati dan cara pembuatannya















Pendahuluan

1.  Latar Belakang
Perkembangan populasi penduduk indonesia yang tergolong sangat cepat, pangan merupakan masalah yang ditangani pemerintah secara serius. Pemerintah pada awalnya mengimpor bahan pangan dari luar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, tetapi pada akhirnya mampu berswasembada pangan. Salah satu pencapaian  keberhasilan ini adalah dengan menggalakan pengunaan pestisida sintetis selain pupuk kimia, benih unggul dan lain-lain.
Pada awal tahun tujuh puluhan sampai delapan puluhan, pestisida dianggap sebagai suatu jaminan akan keberhasilan bertani sehingga pemerintah mendukung penggunaannya melalui program Bimas, Inmas dan penyaluran pestisida ke desa-desa berjalan lancar. Bahkan pemerintah mendukung pengunaan pestisida dengan memberikan  subsidi sebesar 80 %  sehingga harga pestisida menjadi sangat murah.
Pada tahun 1984-1985, beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa  terdapat banyak dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia dan pupuk kimai. Beberapa dampak negatif diantaranya kasus keracunan pada manusia, ternak peliharaan, polusi lingkungan dan hama menjadi resisten.
Pada akhir tahun 1986, pemerintah melarang 57 formulasi pestisida pada tanaman padi, dan tahun 1996 pemerintah kembali malarang ke 57 formulasi pestisida tersebut untuk digunakan pada seluruh tanaman dan pencabutan subsidi pemerintah terhadap pestisida. Kenyataan di lapangan menunjukan bahwa petani sampai dengan saat ini  masih belum dapat melepaskan diri dari pestisida dalam usahataninya sekalipun harga pestisida semakin mahal.
Sebagai upaya dalam menanggulangi permasalahan penggunaan pestisida sintetis dan dampak negatifnya maka perlu adanya penggunaan pestisida  nabati dalam usahatani untuk mendukung pertanian  berkelanjutan dan ramah leingkungan.


2. Mengenal pestisida
A. Pestisida  secara umum
Pestisida menurut PP No. 7 Tahun 1973  adalah  semua zat  kimia dan bahan lain serta jasat remik dan  virus yang diprgunakan untuk:  memberantas  dan mencegah hama dan penyakit  yang merusak tanaman dan bagian tanaman atau hasil pertanian, rerumputan, hama-hama air, memmerantas hama dan penyakit pada hewan peliharaan, memberantas  binatang-binatang yang dapat menyebabkan  penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi.
B. Pestisida sintetis
Pestisida sintetis adalah pestisida yang umumnya berasal dari bahan dasar minyak bumi yang diubah struktur kimianya untuk mempermoleh sifat-sifat tertentu sesuai dengan keinginan.
1. Kelebihan pestisida sintetis
a. Cepat menurunkan/membunuh populasi OPT
b. Lebih muda dan pratis dipakai
c. Lebih mudah diproduksi secara besar-besaran
d. Mudah diangkut dan disimpan
e. Dan-lain-lain
2. Kekurangannya
a. Dapat mencemarkan tanah, air, udara
b. Musuh-musuh alami (predator) dan binatang-binatang lain juga ikut musnah
c. Penggunaan secara terus-menerus dapat menyebabkan hama resisten
d. Hama dapat memperlihatkan resurjensi
e. Residunya bertahan lama dalam tanah, tanaman dan lingkungan lainnya
f. dll
3. Dampak negatif dari pestisida sintetis
Penggunaan pestisida sintetis dapat menyebabkan pengaruh negatif seperti  kanker, tumor, hepatitis, radang paru-paru, parkitson (Isvasta Ekha, 1988) sedangkan menurut Novisan 2002 penggunaan petisida sintetis dapat menyebabkan kanker, cacat tubuh,  kemandulan, dan penyakit lever. Sampai dengan saat ini  ratusan spesis serangga telah berkembang menjadi resisten terhadap paling tidak satu jenis pestisida dan  beberapa diantaranya tahan terhadap semua jenis pestisida.
Konsekuensi penggunaan pestisida sintetis secara terus menerus atau intensif  dan berlebihan antara lain:
a.     Dapat meracuni  manusia dan hewan domestik
b.     Meracuni organisme yang berguna dan satwa lain yang mendukung fungsi kelestarian alam
c.      Mencemari lingkungan dan segala konsekoensinya
d.     Menimbulkan strain hama baru  yang resisten terhadap pestisida
e.      Menimbulkan terjadinya resurjensi
f.       Menimbulkan  terjadinya ledakan hama baru
g.     Memerlukan biaya yang banyak karena  sifat ketergantungan tanaman (H. Rachmat rukmana dan Hj. Yuyun Yuniarsi Usman,2002)
Ancaman  bahaya pestisida  dimulai dari proses pembuatannya sampai dengan residu bahan tersebut yang terbawa kedalam makanan. Sala satu contoh dariproses pembuatannya seperti pada  tahun 1984, pabrik union carbide di Bhopal- India  mengalami kebocoran, menyebabkan 1.000 orang pekerja tewas dan lebih 1.000 orang terkontaminasi.  Setiap tahun, 1  juta  petani terancam  oleh bahaya pestisida secara langsung. Petani yang menangani pestisida akan menghirup  udara beracun  dan mengkonsumsi hasil  panen atau air minum  yang terkontaminasi bahan pestisida. Pada tahun 1983 Badan Dunia Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik  memperkirakan 400.000 – 2.000.000  petani mengalami  keracunan pestisida setiap tahun dan 20.000 – 40.000  orang diantaranya meninggal dunia. Sedangkan laporan badan kesehatan dunia (WHO), setiap tahun dinegara-negara sedang berkembang terdapat 750 000 orang keracunan Insektisida dan dan sebanyak 14 000 orang  diantaranya meninggal dunia.
Di Indonesia, sejak digelar Bimmas, Inmas, Insus dan supra Insus, kecendrungan penggunaan pestisida  terus meningkat dan  kasus-kasus  korban keracunan  yang tidak dilaporkan cukup banyak. Menurut Solaiman,1996.  terdapat beberapa kasus keracunan yang sempat dilaporkan dalam beberapa tahun. Beberapa kasus tersebut ditunjukan sebagai berikut:
Tabel 1. Kasus keracunan pestisida
No
Waktu
Kasus
Korban
1



2



3





4


5


6
28-8-1982



6-10-1982



1983





1985


April 1993


23 mei 1993
Di Desa Plaeng, Jatinom, Klaten, Jateng Keracunan makanan yang ternyata mengandung DDT pada acara selamatan.
PT Sibalec Sleman;  karyawan mengalami keracunan makanan karena alat semprot pestisida disimpan di dapur masak
Di Desa Transmigrasi Banjar, manggala Lampung Utara, penduduk mengalami kecarunan makanan akibat menanak nasi  tercampur racun tikus,
DiTulungagung keracunan makanan yang tercemar pestisida
Di Desa Cicadas, Jawa Barat, Warga Kebanyakan anak-anak keracunan makanan yang tercemat DDT
Di Kecamatan Simalanga, Aceh Utara warga keracunan tiram yang tercemar pestisida
Di Sukoharjo, Jawa Tengah, Keluarga Trisno  keracunan sayur kacang panjang yang mengandung residu pestisida
12 orang meninggal


155 orang dirawat di Rumah Sakit


20 orang meninggal


20 orang meninggal
25 orang dirawat


 25 orang meninggal
1orang meninggal
6 orang dirawat
1 Meninggal
9 dirawat
 Sumber: Sulaiman A. (1996) dalam Salikin

4. Perkembangan penggunaan pestisida sintetis
Hingga saat ini ketergantungan petani akan pestisida sintetis masih sangat tinggi. 20 % produksi pestisida sintetis  dunia  pada tahun 1984 diserap oleh Idonesia. Dalam periode 1982-1987 pemakaian petisida  di Indonesia mencapai 236% dibanding dengan periode sebelumnya. Khusus untuk pestisida jenis insektisida mencapai 710%. Pada tahun 1986 total pemakaina insektisida saja telah mencapai 17.230 ton belum ditambah dengan jenis pestisida yang lain Resa dan gayatri, 1999 dalam Novisan, 2002.  Pada awal dekade 1990-an  pemakaian pestisida  telah mencapai 20.000 ton (Tempo, Desember 1993, Novisan 2002).
Mengingat peranannya yang sangat penting, perdagangan pestisida semakin ramai. Berdasarkan data pencatatan Badan Proteksi Lingkungan Amerika Serikat, saat ini lebih dari 2.600  bahan aktif pestisida  yang telah diedarkan di pasaran. Dari jumlah bahan aktif  diatas, 575 berupa herbisida, 610 Insektisida, 670 berupa fungisida dan nematisida, 125  berupa rodentisida, dan 600 berupa disinfektan.
Di Indonesia untuk keperluan perlindungan tanaman  khusunya pertanian dan kehutanan  pada tahun 1986  tercatat 371 formulasi  yang telah didaftarkan dan diisinkan pengguanaannya, dan 38 formulasi yang baru mengalami proses pendaftaran ulang Subiyakto sudarmo 1988. Belum diperhitungkan sampai dengan saat ini.
C. Pestisida Nabati
Pestisida alami atau pestisida nabati adalah pestisida yang berasal dari  bahan-bahan yang terdapat  dialam  yang diektrasi, diproses, atau dibuat menjadi konsentrat dengan tidak mengubah struktur kimianya.  Berbeda dengan pestisida sintetis  yang umumnya bersumber dari bahan dasar minyak bumi yang diubah struktur kimianya untuk  memperoleh sifat-sifat tertentu  sesuai dengan keinginan.
Pestisida alami/nabati yang kini dikenal  dapat dikelompokan menjadi 3 golongan yaitu:
1.     Pestisida botani (botanical pesticides)  yang berasal dari ekstrak tanaman. Seperti diketahui, berbagai jenis tanaman memproduksi senyawa kimia  yang digunakan untuk melindungi  dirinya dari serangan OPT.  Senyawa inilah yang kemudian diambil  dan dipakai untuk melindungi tanaman lain
2.     Pestisida biologik (biological pesticides) yang mengandung mikroorganisme pengganggu tanaman OPT seperti bakteri patogenik,  virus dan jamur. Mikroorganisme ini secara alami memang merupakan  musuh/OPT, yang kemudian dikembangbiakan  untuk keperluan perlindungan tanaman.
3.     Pestisida berbahan dasar mineral anorganik yang terdapat pada kulit  bumi.  Biasanya  bahan mineral ini bersifat krisal, tidak mudah menguap, dan bersifat stabil secara kimia, seperti belerang dan kapur.
1. Fungsi pestisida nabati
Pada umumnya pestisida nabati memiliki fungsi sebagai berikut:
1.     Repelen, yaitu merupakan penolak kahadiran serangga, terutama disebabkan karena baunya  yang menyengat
2.     Antifeedan,  mencegah  serangga memakan tanaman yang telah disemprot, terutama disebabkan rasanya yang pahit
3.     Mencegal serangga meletakan telur dan  menghentikan proses penetasan telur
4.     Racun saraf
5.      Mengacaukan sistim hormon yang ada  didalam tubuh serangga
6.     Atraktan, sebagai pemikat  kehadiran serangga yang dapat dipakai  pada perangkap serangga
7.     Beberapa jenis pestisida  nabati berperan  mengendalikan pertumbuhan jamur dan bakteri perusak tanaman
2.  Kelebihan.
Menurut Novisan (2002) Pestisida nabati/botani  mamiliki beberapa kelebihan dan kekurangan jika dibandingkan dengan  pestisida sintetis. Setiap orang  yang akan memakai pestisida nabati   sebaiknya mengetahui dengan baik kelebihan dan kekurangan tersebut, sehingga dapat memanfaatkan pestisida nabati/botani  secara maksimal.  Kelebihan pestisida botani adalah  sebagai berikut:
Ø Degredasi atau penguraian  yang cepat.  Pestisida nabati cepat terurai  oleh sinar matahari, air, udara, kelembaban,  dan komponen alam lainnya sehingga  mengurangi resiko pencemaran lingkungan.
Ø Umumnya  pestisida nabati bekerja dengan cepat  dalam menghentikan nafsu makan dari OPT dan  mencegah OPT merusak lebih banyak,  walaupun jarang  menyebabkan  kematian segera  pada serangga
Ø Toksisitas (daya racun) umumnya rendah terhadap mamalia, sehingga efektif  lebih aman terhadap manusia dan hewan.
Ø Selektifitas tinggi. Racun yang dihasilkan oleh pestisida nabati tergolong cepat terurai  dan daya racun yang rendah hanya dapaht membunuh OPT sasaran dan aman bagi manusia dan hewan lain termasuk organisme yang menguntungkan .
Ø Cara kerja yang  berbeda dengan cara kerja pestisida sintetis, menyebabkan  pestisida nabati dapat diandalkan  untuk mengatasi OPT  yang telah kebal dengan  pestisida sintetis.
Ø Umumnya pestisida nabati bersifat tidak merusak tanaman karena phitotoksisitas rendah.
3. Kekurangan pestisida nabati
Berikut ini ada beberapa kelemahan pestisida nabati seperti:
Ø Untuk menghindari  pencemaran lingkungan, sangat diinginkan pestisida yang cepat terurai, tetapi untuk pengendalian hama, residu yang cepat hilang dianggap kurang efektif.
Ø Toksisitasnya (daya racun) rendah
Ø Untuk memproduksi pestisida nabati dalam jumlah yang cukup, ketersediaan bahan baku yang tidak mencukupi.
Ø Kurangnya publikasi  dan data-data penunjang  tentang keampuhan pestisida nabati
4. Dampak negatif penggunaan pestisida nabati
Seperti yang telah kita bahas dalam kelebihan dan kekurangan pestisida nabati seperti diatas maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan pestisida nabati tidak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, (tanah, air, udara, dan tumbuhan),ternak, hewan yang menguntungkan dan kepada manusia
5. Perkembangan penggunaan Pestisida Nabati
Di Indonesia pertanian organik baru dikenal mulai tahun 1990-an. Padahal pertanian organik di Indonesia bukan lagi merupakan hal yang baru  karena sudah sejak lama para leluhur kita bercocok tanam secara alami tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia. Meluasnyapertanian organik, ditandai dengan  perkumpulan petani organik dibeberapa daerah seperti Kelompok peduli lingkungan (keliling) di Klaten Jawa Tengah, Tidusania di Bandung Jawa Barat, Surya Antab Mandiri di Jawa Timur, Kelompoktani Tani Karya di Sumberrejo Pasuruan Jawa Timur dan kelompok-kelompoktani organik yang tersebar diluar pulau jawa. Saat ini juga LSM dan yayasan peduli lingkungan dan pemerintah juga sudah peran aktif dalam membina dan mendorong tumbuh kembangnya pertanian organik 
6.  Prospek pengembangan pestisida nabati dalam pertanian organik (padi)
Konsumen Indonesia juga mulai menghargai hasil pertanian yang bebas residu pestisida sebagai bahan makanan yang sehat dan aman.  Sebagai bukti,  sayuran yang diperoleh dengan label “bebas pestisida” dari pertanian organik  yang dipasarka dipasar swalayan di Jakarta tetap laku  terjual walaupun dengan harga yang sedikit lebih mahal. Begitupula dengan beras lokal yang diproduksi melalui pertanian organik diJakarta dapat dijual dengan harga yang lebih mahal mencapai Rp. 6.000 sampai Rp. 9.000/kg (kompas Mei 2002).  Jumlah masyarakat yang berminat tehadap makanan bebas pestisida ini dari hari-kehari  kian meningkat seiring dengan kesadaran  akan bahaya residu  pestisida.
Jumlah penduduk Indonesia yang diperkirakan meningkat 2% pertahun maka 50 tahun dari tahun 2000 akan mencapai 420 juta/mendekati ½ milian yang pada umumnya menggantungkan hidupnya,pada beras sebagai makanan pokok merupakan potensi peluang untuk menyerap produk pertanian organik khusus beras
7. Tindakan pengendalian
Menurut Novisan (2002) Dalam program Pengendalian Hama Terpadu (PHT), tindakan pengendalian OPT dilakukan jika jumlah OPT yang ditemukan dilapangan  telah melewati batas toleransi. Batas toleransi ini biasanya disebut sebagai nilai ambang ekonomi. Jika populasi OPT telah melewati  nilai ambang  ekonomi,  kerugian yang akan ditimbulkan akibat serangan OPT akan lebih besar dibandingkan dengan  biaya pengendaliannya, sehingga secara ekonomis  tindakan pengendalian sudah layak dilakukan.
Tabel 2. Penetapan  nilai ambang ekonomi beberapa jenis hama
No
Jenis hama
Ambang ekonomi
1


2

3

4
5

6
7

8
9
10

11
Penggerak batang padi


Wereng punggung putih pada tanaman padi
Walang sangit pada tanaman padi

Ulat grayak pada tanaman padi
Kutu daun pada tanaman bawang merah
Ulat grayak pada tanaman kubis
Penggerak tongkol (Heliopthis,sp) pada tanaman  jagung
Ulat grayak pada tanaman cabe
Trips pada tomat
Pengisap daun (Empoasca sp)pada tanaman kacang tanah
Lalat (Agromyza sp) pada tanaman kacang panjang
>1 kelompok telur/m2 atau intensitas serangga rata-rata 10%

> 1 ekor/tanaman

> 5 ekor/m2 pada tanaman setelah berbunga
> 5 ekor/m2
> 10 ekor nimfa /35 helai daun

> 5 ekor ulat setiap 10 tanaman
> 3 tongkol rusak/30 tanaman

> 2 ekor larva /tanaman
>  1 ekor pada 6 tanaman
Intensitas  serangan > 12,5%

Intensitas serangan > 1%
Sumber :Harahap I.S dan Tjahjono B. (1990)
8. Bahan pestisida nabati  dan cara pengolahannya
Pestisida nabati merupakan bahan insektisida yang terdapat secara alami di dalam bagian-bagian tertentu dari tanaman  seperti akar,  daun, batang atau buah.  Bahan-bahan tersebut dapat diolah  menjadi berbagai bentuk seperti:
1.     Bahan mentah yang berbentuk tepung. Berasal dari bahan tanaman yang dikeringkan lalu dihaluskan.
2.     Ekstraksi  atau resin  yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tanaman tertentu, melalui beberapa metode ekstraksi.
3.     Bagian tanaman dibakar untuk diambil abunya  dan dipakai sebagai insektisida, seperti tanaman serei dan tembelekan (lantana camara)
A. Kandungan bahan aktif, daya kerja dan jenis hama yang dikendalikan
Kandungan bahan aktif yang terdapat dalam bahan pembuatan pestisida nabati multi fungsi adalah sebagai berikut:
1. Daun Mimba (Azadiractha indica A.Juss)
Bahan aktif: Azadiracthin dan Salanin
Daya kerja bahan aktif dalam mimba:
Mimba mencegah serangga  mendekati tanaman dan menyebabkan serangga berhenti makan  setelah menelan semprotan mimba karena  baunya seperti bawang dan rasanya yang sangat pahit. Membuat serangga mandul  karena dapat mengganggu hormon produksi dan pertumbuhan serangga sehingga mencegah serangga mencapai kematangan seksual. Ulat yang kena semprotan mimba akan gagal berkepompong dan akhirnya mati.
Hama yang dikendalikan:  
Hama yang dapat dikendalikan dengan mimba adalah lebih dari 200 jenis serangga termasuk belalang, jangkrik dan wereng, ngengat, kupu-kupu, kumbang, dan trips.  Eksrak mimba juga dapat mengendalikan jamur penyebab penyakit busuk, embun tepung, karat daun, bercak daun dan layu.
2. Serei (Andropogon nardus L)
Bahan aktif: Serai mengandung minyak atsiri yang terdiri deri senyawa sitral,   sitronela, geraniol, mirsena,  nerol, fernesol, metal heptenon, dan dipentena.
Daya kerja bahan aktif dalam minyak esensial penolak serangga:
Casmpuran abu daun serei dapat menyebabkan desikasi pada tubuh serangga, yaitu apabila serangga terluka  maka serangga akan terus-menerus kehilangan cairan tubuhnya.
Hama yang dikendalikan
Hama yang dikendalikan adalah  serangga hama gudang  dan menghambat peletakan telur.
3. Daun sirsak (Anonna muricata L)
Bahan aktif : Senyawa kimia anonain
Daya kerja bahan aktif :
Sebagai racun kontak dan racun perut.  Daun dapat berperan sebagai insektisida, larvasida, repellen (penolak serangga) dan antifeedan (penghambat makan)
Hama yang dikendalikan
Bahan aktif yang terdapat dalam daun sirsak, dapat mengendalikan hama belalang dan hama-hama lainnya
4. Daun Tembakau (Nicotiana tobacum L)
Bahan aktif: Tambakau mengandung bahan beracun yang disebut nikotin. Konsentrasi nikotin tertinggi terdapat pada  ranting dan tulang daun.
Daya kerja  bahan aktif
Tembakau dapat bersifat repelen (penolak serangga); fungisida,  akarisida yang bersifat racun perut, racun kontak, dan pernapasan; serta bersifat  sistemik. 
Hama yang dikendalikan
Bahan aktif yang terdapat pada tembakau dapat mengendalikan  berbagai jenis ulat pengisap daun, dan serangga pengisap bertubu lunak seperti aphids, Trips, kutu daun dan hama-hama lainnya.
5. Akar Tuba (Derris eliptica (Roxb) Benth.)
Bahan aktif : Rotenon (C23H22O6).  Kandungan rotenon tertinggi pada akar tanaman tuba, yaitu antara  0,3-12%. Selain rotenon,  unsur-unsur utama dalam  akar tuba adalah deguelin, eliptone, dan toxicarol dengan perbandingan 12:8:5:4.




Daya kerja bahan aktif
Bahan aktif yang terkandung dalam  akar tuba merupakan racun perut dan racun kontak tetapi tidak bersifat sistemik. Namun demikian  rotenon relatif aman bagi kesehatan manusia. Rotenoid merupakan penghambat metabolisme dan sistim saraf yang bekerja secara perlahan.
Hama yang dikendalikan
Bahan aktif yang terdapat dalam akar tuba dapat bersifat sebagai moluksida, insektisida dan racun ikan.  Serangga atau hama yang teracuni sering mati kelaparan karena  kelumpuhan alat-alat mulut.
6. Bengkuang ( Pachyrrhyzus erosus Urban)
Bahan aktif: Pachyrrhyzid yang bersifat toksit termasuk dalam golongan rotenon.
Daya kerja bahan aktif.
Daya kerja dari bahan aktif yang terdapat dalam biji bengkuang sama dengan bahan aktif yang terdepat dalam akar tuba
Hama yang dikendalikan
Bahan aktif yang terdapat dalam biji bengkuang dapat bersifat sebagai moluksida, insektisida.  Serangga atau hama yang teracuni sering mati kelaparan karena  kelumpuhan alat-alat mulut
7. Molases/gula merah
Molases adalah bahan yang dipakai sebagai bahan penarik bagi hama semut. Dalam pembuatan  pestisida nabati, dapat  juga tidak menggunakan molasses.
8. Detergen
Detergen dipergunakan untuk melarutkan senyawa aktif dari bahan yang digunakan sebagai pestisida nabati apabila senyawa yang ada, tidak dapat larut dalam air.
9. Air
Air dapat digunakan sebagai  bahan pelarut selain detergen.  Selain itu air dapat digunakan untuk mengendapkan ramuan pestisida nabati.

B. Bahan ramuan pestisida nabati multi fungsi
Tabel 3. Bahan ramuan pestisida nabati


Daun mimba/mindi          : 200 gr
Serai                              : 50 gr
Daun sirsak                    : 100 gr
Daun tembakau             : 100 gr
Akar tuba                     : 200 gr
Molases/gula merah       : 50 gr
Deterjen                         : 20 gr
Air                                  : 5 liter



Cara pembuatan
Daun mimba, serai, daun sirsak, daun tembakau, dan akar tuba dihaluskan. Semua bahan yang telah dihaluskan, dicampur secara merata kemudian ditambahkan molasses, deterjen dan air. Semua bahan yang telah di campur secara homogen, diendapkan selama satu malam. Keesokan harinya disaring. Larutan hasil saringan dapat diencerkan lagi dengan  ukuran 20 cc cairan/1 liter air atau 250 cc-300 cc/ 15 liter air (setiap tengki) dan disemprotkan pada tanaman yang terserang hama dan penyakit.  Larutan sebanyak ini dapat digunakan untuk lahan seluas 1 hektare.















PETUNJUK LAPANGAN
(Pet -Lap)

Judul : Pembuatan pestisida nabati
Latar belakang
1.     Sistem pertanian berkelanjutan sebagai pandangan  bagaimana  berusahatani dengan tetap mempertahankan lingkungan agar tetap lestari
2.     Pertanian organik merupakan pertanian yang ramah lingkungan
3.     Pestisida nabati merupakan pestisida dengan bahan yang berasal dari tumbuhan dan pada umumnya berada disekitar petani
4.     Pestisida nabati adalah bahan untuk mengendalikan berbagai hama dan penyakit yang merusak tanaman
5.     Pestisida nabati jenisnya lebih dari  satu
Alat dan bahan 
1.     Pisau
2.     Timbangan
3.     Alat penumbuk/mesin penghancur
4.     Ember
5.     Saringan (kain)
6.     Karung plastik/kresek
7.     Akar tuba = 200 gr
8.     Tembakau (limbah tembakau)  = 100 gr
9.     Daun serai =  50 gr
10.                        Daun mimba/mindi = 200 gr
11.                        Saun sirsak = 100 gr
12.                        Molasses/gula aren  = 50 gr
13.                        Sabun colek = 20 gr
14.                        Air = 5 liter






Langkah kerja
1.     Potong dan hancurkan bahan-bahan seperti akar tuba, daun sirsak, daun serai, daun mimba/mindi, dan tembakau dengan pisau, alat penumbuk atau mesin penghancur.
2.     Setelah dihancurkan ditampung dalam ember
3.     Bahan yang sudah hancur, ditambahkan molasses, sabun colek, dan air
4.     Bahan dicampur/diaduk sampai homogen
5.     Direndam/didiamkan  selama satu hari atau 24 jam
6.     Disaring untuk memisahkan cairan dan bahan baku (padatan)
7.    Disimpan atau diencerkan dengan air untuk langsung diaplikasikan




           

































                                        
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, (2002) Konsumen Produk Pertanian Organik,  Koran Kompas. Jakarta

__________, (2006) Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 2006 tentang SP3K, Sinar Tani  Jakarta

Harahap I.S dan Tjahjono B. (1990) Pengendalian hama penyakit  padi, Penebar swadaya Jakarta

Kardinan A, (2001) Pestisida Nabati Ramuan Dan Aplikasi, penebar swadaya Jakarta

Novisan, (2002) Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan, Agro Media Pustaka Jakarta

Rismunandar, (2003) Hama Tanaman Pangan dan Pembasmiannya. Sinar Baru algensindi, Bandung

Salikin A Karwah, (2003) Sistem Pertanian Berkelanjutan, Kanisius, Jogyakarta

Saranga P, (1997) Teknologi Produksi Tanaman Pangan, buku 1 Padi, APP. Malang

Sudarmo S, (1988) Pestisida Tanaman, Kanisius, Jogyakarta





Hari Murtiyoso, S.ST lahir di Jatiroto Lumajang 2 Januari 1969, putra dari ayah Sri Hadi Mistari dan Ibu Sriani (Almh). Pendidkan SD Sampai SMPN di ditempuh di Jatiroto yang diselesaikan pada tahun 1982 serta pendidikan tingkat Sekolah  Menengah (SPbMA) di Jember Lulus Tahun 1988. Pendidikan Diploma III Pertanian diselesaikan melalui Politenik Pertanian Universitas Jember Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan pada tahun 1992 di Jember. Pendidikan S1 ditempuh pada program Alih Jenjang yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian  pada tahun 2010 di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Malang pada Jurusan Penyuluhan Pertanian dan diselesaikan pada tahun 2011.
         Penulis sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) Daerah Kabupaten Nunukan, pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan bertugas sebagai Penyuluh Pertanian Lapangan pertama kali Mulai 1 April 2006 sampai 2008. Setelah Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan  Daerah (BKP3D) Kabupaten Nunukan terbentuk pada Oktober 2008 beralih tugas sebagai Penyuluh Pertanian Lapangan yang ditempatkan di Kecamatan Sembakung sampai dengan 2011. Pada tahun 2012 kembali dipindah tugas di wilayah Kecamatan Nunukan Selatan .Pada tahun 2012 pindah tugas diwilayah Kecamatan Sebuku sampai sekarang. Pelatihan yang pernah diikutinya diantaranya Pelatihan Penyuluh Dasar Terampil tahun 2007, Pembuatan Bio Etanol Dari ubikayu  dan Jagung tahun 2009, Pelatihan SL-PTT Tanaman Padi tahun 2009, Pelatihan Pembuatan Pestisida Nabati tahun 2009, Pelatihan Pengembangan Agribisnis Pedesaan  tahun 2011,  Pelatihan Alih Kelompok Tahun 2011, Pelatihan Teknis Agribisnis Kakao 2012 dan Pelatihan Teknis Agribisnis bawang Merah 2012.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar