![]() |
OLEH
HARI
MURTIYOSO,S.ST
PENYULUH PERTANIAN LAPANGAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan bimbinganNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Buku dengan judul Pembuatan Pestisida
Nabati Untuk Mengendalikan Hama Walang
Sangit (Leptocorisa acuta) dan Wereng
Cokelat (Nilaparvata lugens) pada
Tanaman Padi Sawah. Buku di susun agar semua masyarakat luas
dan petani dapat membuat pestisida nabati untuk mengendalikan hama
walang sangit dan wereng cokelat pada tanaman padi sawah dan bagi penyuluh sebagai bahan materi penyuluhan dalam penggunaan pestisida nabati untuk
mengendalikan hama walang sangit dan wereng cokelat pada tanaman padi sawah serta
Sebagai bahan informasi dan pedoman bagi
Pemerintah Daerah dalam pengambilan kebijakan tentang penggunaaan pestisida
dalam uasahatani. Dengan tersususnnya buku saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar – besarnya kepada :
1.
Bapak Ir. H.Suprianto HP,, M.Si selaku Kepala BKP3D Kabupaten Nunukan
2.
Bapak H. Heru
Wihartopo, SPKP selaku Koord.Jabatan Fungsional
3.
Semua pihak
yang telah membantu penulis dalam penyelesaian Buku ini.
Penulis
menyadari bahwa Buku ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik,
saran dan masukan demi perbaikan dan
kesempurnaannya.
Nunukan, Oktober
2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
|
||||
Kata Pengantar
|
||||
DaftarIsi
|
||||
Pendahuluan
|
||||
1.
|
Latar Belakang
|
|||
2.
|
Mengenal pestisida
|
|||
A.
|
Pestisida secara umum
|
|||
B
|
Pestisida sintetis
|
|||
1.
|
Kelebihan
|
|||
2.
|
Kekurangan
|
|||
3.
|
Dampak negatif pestisida sintetis
|
|||
4.
|
Perkembangan penggunaan pestisida sintetis
|
|||
C.
|
Pestisida nabati
|
|||
1.
|
Fungsi pestisida nabati
|
|||
2.
|
Kelebihan
|
|||
3.
|
Kekurangan
|
|||
4.
|
Dampak negatif pestisida sintetis
|
|||
5.
|
Perkembangan penggunaan pestisida nabati
|
|||
6.
|
Prospek pengembangan pestisida nabati dalam pertanian
organik (padi)
|
|||
7.
|
Tindakan pengendalian
|
|||
8.
|
Bahan pestisida nabati dan cara pembuatannya
|
|||
Pendahuluan
1. Latar
Belakang
Perkembangan
populasi penduduk indonesia yang tergolong sangat cepat, pangan merupakan
masalah yang ditangani pemerintah secara serius. Pemerintah pada awalnya
mengimpor bahan pangan dari luar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri,
tetapi pada akhirnya mampu berswasembada pangan. Salah satu pencapaian keberhasilan ini adalah dengan menggalakan
pengunaan pestisida sintetis selain pupuk kimia, benih unggul dan lain-lain.
Pada
awal tahun tujuh puluhan
sampai delapan puluhan, pestisida dianggap sebagai suatu jaminan akan
keberhasilan bertani sehingga pemerintah mendukung penggunaannya melalui
program Bimas, Inmas dan penyaluran pestisida ke desa-desa berjalan lancar.
Bahkan pemerintah mendukung pengunaan pestisida dengan memberikan subsidi sebesar 80 %
sehingga harga pestisida menjadi sangat murah.
Pada
tahun 1984-1985, beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat banyak dampak negatif dari
penggunaan pestisida kimia dan pupuk kimai. Beberapa dampak negatif diantaranya
kasus keracunan pada manusia, ternak peliharaan, polusi lingkungan dan hama
menjadi resisten.
Pada akhir tahun
1986, pemerintah melarang 57 formulasi pestisida pada tanaman padi, dan tahun
1996 pemerintah kembali malarang ke 57 formulasi pestisida tersebut untuk
digunakan pada seluruh tanaman dan pencabutan subsidi pemerintah terhadap
pestisida. Kenyataan di lapangan menunjukan bahwa petani sampai dengan saat
ini masih belum dapat melepaskan diri
dari pestisida dalam usahataninya sekalipun harga pestisida semakin mahal.
Sebagai
upaya dalam menanggulangi permasalahan penggunaan pestisida sintetis dan dampak
negatifnya maka perlu adanya penggunaan pestisida nabati dalam usahatani untuk mendukung
pertanian berkelanjutan dan ramah
leingkungan.
2. Mengenal pestisida
A. Pestisida secara umum
Pestisida
menurut PP No. 7 Tahun 1973 adalah semua zat
kimia dan bahan lain serta jasat remik dan virus yang diprgunakan untuk: memberantas
dan mencegah hama dan penyakit
yang merusak tanaman dan bagian tanaman atau hasil pertanian,
rerumputan, hama-hama air, memmerantas hama dan penyakit pada hewan peliharaan,
memberantas binatang-binatang yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan
binatang yang perlu dilindungi.
B. Pestisida sintetis
Pestisida
sintetis adalah pestisida yang umumnya berasal dari bahan dasar minyak bumi
yang diubah struktur kimianya untuk mempermoleh sifat-sifat tertentu sesuai
dengan keinginan.
1. Kelebihan pestisida sintetis
a. Cepat
menurunkan/membunuh populasi OPT
b. Lebih
muda dan pratis dipakai
c. Lebih
mudah diproduksi secara besar-besaran
d. Mudah
diangkut dan disimpan
e. Dan-lain-lain
2. Kekurangannya
a. Dapat
mencemarkan tanah, air, udara
b.
Musuh-musuh alami (predator) dan binatang-binatang lain juga ikut musnah
c.
Penggunaan secara terus-menerus dapat menyebabkan hama resisten
d. Hama
dapat memperlihatkan resurjensi
e.
Residunya bertahan lama dalam tanah, tanaman dan lingkungan lainnya
f. dll
3. Dampak negatif dari pestisida
sintetis
Penggunaan
pestisida sintetis dapat menyebabkan pengaruh negatif seperti kanker, tumor, hepatitis, radang paru-paru,
parkitson (Isvasta Ekha, 1988) sedangkan menurut Novisan 2002 penggunaan
petisida sintetis dapat menyebabkan kanker, cacat tubuh, kemandulan, dan penyakit lever. Sampai dengan
saat ini ratusan spesis serangga telah
berkembang menjadi resisten terhadap paling tidak satu jenis pestisida dan beberapa diantaranya tahan terhadap semua
jenis pestisida.
Konsekuensi
penggunaan pestisida sintetis secara terus menerus atau intensif dan berlebihan antara lain:
a.
Dapat meracuni manusia dan hewan domestik
b.
Meracuni organisme yang berguna dan
satwa lain yang mendukung fungsi kelestarian alam
c.
Mencemari lingkungan dan segala konsekoensinya
d.
Menimbulkan strain hama baru yang resisten terhadap pestisida
e.
Menimbulkan terjadinya resurjensi
f.
Menimbulkan terjadinya ledakan hama baru
g.
Memerlukan biaya yang banyak karena sifat ketergantungan tanaman (H. Rachmat
rukmana dan Hj. Yuyun Yuniarsi Usman,2002)
Ancaman bahaya pestisida dimulai dari proses pembuatannya sampai
dengan residu bahan tersebut yang terbawa kedalam makanan. Sala satu contoh
dariproses pembuatannya seperti pada tahun
1984, pabrik union carbide di Bhopal- India
mengalami kebocoran, menyebabkan 1.000 orang pekerja tewas dan lebih 1.000
orang terkontaminasi. Setiap tahun,
1 juta
petani terancam oleh bahaya
pestisida secara langsung. Petani yang menangani pestisida akan menghirup udara beracun
dan mengkonsumsi hasil panen atau
air minum yang terkontaminasi bahan
pestisida. Pada tahun 1983 Badan Dunia Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan
Pasifik memperkirakan 400.000 –
2.000.000 petani mengalami keracunan pestisida setiap tahun dan 20.000 –
40.000 orang diantaranya meninggal
dunia. Sedangkan laporan badan kesehatan dunia (WHO), setiap tahun
dinegara-negara sedang berkembang terdapat 750 000 orang keracunan Insektisida
dan dan sebanyak 14 000 orang
diantaranya meninggal dunia.
Di
Indonesia, sejak digelar Bimmas, Inmas, Insus dan supra Insus, kecendrungan
penggunaan pestisida terus meningkat
dan kasus-kasus korban keracunan yang tidak dilaporkan cukup banyak. Menurut
Solaiman,1996. terdapat beberapa kasus
keracunan yang sempat dilaporkan dalam
beberapa tahun. Beberapa kasus tersebut ditunjukan sebagai berikut:
Tabel 1. Kasus
keracunan pestisida
No
|
Waktu
|
Kasus
|
Korban
|
1
2
3
4
5
6
|
28-8-1982
6-10-1982
1983
1985
April 1993
23 mei 1993
|
Di Desa
Plaeng, Jatinom, Klaten, Jateng Keracunan makanan yang ternyata mengandung
DDT pada acara selamatan.
PT Sibalec
Sleman; karyawan mengalami keracunan
makanan karena alat semprot pestisida disimpan di dapur masak
Di Desa
Transmigrasi Banjar, manggala Lampung Utara, penduduk mengalami kecarunan
makanan akibat menanak nasi tercampur
racun tikus,
DiTulungagung keracunan
makanan yang tercemar pestisida
Di Desa
Cicadas, Jawa Barat, Warga Kebanyakan anak-anak keracunan makanan yang
tercemat DDT
Di Kecamatan
Simalanga, Aceh Utara warga keracunan tiram yang tercemar pestisida
Di Sukoharjo,
Jawa Tengah, Keluarga Trisno keracunan
sayur kacang panjang yang mengandung residu pestisida
|
12 orang meninggal
155 orang dirawat di Rumah
Sakit
20 orang meninggal
20 orang meninggal
25 orang
dirawat
25
orang meninggal
1orang
meninggal
6 orang
dirawat
1 Meninggal
9 dirawat
|
Sumber:
Sulaiman A. (1996) dalam Salikin
4. Perkembangan penggunaan pestisida sintetis
Hingga
saat ini ketergantungan petani akan pestisida sintetis masih sangat tinggi. 20
% produksi pestisida sintetis dunia pada tahun 1984 diserap oleh Idonesia. Dalam
periode 1982-1987 pemakaian petisida di
Indonesia mencapai 236% dibanding dengan periode sebelumnya. Khusus untuk
pestisida jenis insektisida mencapai 710%. Pada tahun 1986 total pemakaina
insektisida saja telah mencapai 17.230 ton belum ditambah dengan jenis
pestisida yang lain Resa dan gayatri, 1999 dalam Novisan, 2002.
Pada awal dekade 1990-an
pemakaian pestisida telah
mencapai 20.000 ton (Tempo, Desember 1993, Novisan 2002).
Mengingat
peranannya yang sangat penting, perdagangan pestisida semakin ramai.
Berdasarkan data pencatatan Badan Proteksi Lingkungan Amerika Serikat, saat ini
lebih dari 2.600 bahan aktif
pestisida yang telah diedarkan di
pasaran. Dari jumlah bahan aktif diatas,
575 berupa herbisida, 610 Insektisida, 670 berupa fungisida dan nematisida,
125 berupa rodentisida, dan 600 berupa
disinfektan.
Di Indonesia
untuk keperluan perlindungan tanaman
khusunya pertanian dan kehutanan
pada tahun 1986 tercatat 371
formulasi yang telah didaftarkan dan
diisinkan pengguanaannya, dan 38 formulasi yang baru mengalami proses
pendaftaran ulang Subiyakto sudarmo 1988.
Belum diperhitungkan sampai dengan saat ini.
C. Pestisida Nabati
Pestisida
alami atau pestisida nabati adalah pestisida yang berasal dari bahan-bahan yang terdapat dialam
yang diektrasi, diproses, atau dibuat menjadi konsentrat dengan tidak
mengubah struktur kimianya. Berbeda dengan pestisida
sintetis yang umumnya bersumber dari
bahan dasar minyak bumi yang diubah struktur kimianya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu sesuai dengan keinginan.
Pestisida alami/nabati yang kini
dikenal dapat dikelompokan menjadi 3
golongan yaitu:
1.
Pestisida
botani (botanical pesticides) yang berasal dari ekstrak tanaman. Seperti
diketahui, berbagai jenis tanaman memproduksi senyawa kimia yang digunakan untuk melindungi dirinya dari serangan OPT. Senyawa inilah yang kemudian
diambil dan dipakai untuk melindungi
tanaman lain
2. Pestisida biologik (biological pesticides) yang mengandung
mikroorganisme pengganggu tanaman OPT seperti bakteri patogenik, virus dan jamur. Mikroorganisme ini secara
alami memang merupakan musuh/OPT, yang
kemudian dikembangbiakan untuk keperluan
perlindungan tanaman.
3. Pestisida berbahan dasar mineral
anorganik yang terdapat pada kulit
bumi. Biasanya bahan mineral ini bersifat krisal, tidak
mudah menguap, dan bersifat stabil secara kimia, seperti belerang dan kapur.
1. Fungsi pestisida nabati
Pada umumnya pestisida nabati memiliki
fungsi sebagai berikut:
1.
Repelen,
yaitu merupakan penolak kahadiran serangga, terutama
disebabkan karena baunya yang menyengat
2.
Antifeedan, mencegah
serangga memakan tanaman yang telah disemprot, terutama disebabkan
rasanya yang pahit
3.
Mencegal serangga meletakan telur
dan menghentikan proses penetasan telur
4. Racun saraf
5. Mengacaukan sistim hormon yang ada didalam tubuh serangga
6.
Atraktan, sebagai pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga
7. Beberapa
jenis pestisida nabati berperan mengendalikan pertumbuhan jamur dan bakteri
perusak tanaman
2. Kelebihan.
Menurut Novisan (2002) Pestisida
nabati/botani mamiliki beberapa
kelebihan dan kekurangan jika dibandingkan dengan pestisida sintetis. Setiap
orang yang akan memakai pestisida
nabati sebaiknya mengetahui dengan baik
kelebihan dan kekurangan tersebut, sehingga dapat memanfaatkan pestisida
nabati/botani secara maksimal. Kelebihan pestisida botani adalah sebagai berikut:
Ø Degredasi atau penguraian yang cepat.
Pestisida nabati cepat terurai
oleh sinar matahari, air, udara, kelembaban, dan komponen alam lainnya sehingga mengurangi resiko pencemaran lingkungan.
Ø Umumnya pestisida nabati bekerja dengan cepat dalam menghentikan nafsu makan dari OPT
dan mencegah OPT merusak lebih banyak, walaupun jarang menyebabkan
kematian segera pada serangga
Ø Toksisitas (daya racun) umumnya
rendah terhadap mamalia, sehingga efektif
lebih aman terhadap manusia dan hewan.
Ø Selektifitas
tinggi. Racun yang dihasilkan oleh pestisida nabati tergolong cepat
terurai dan daya racun yang rendah hanya
dapaht membunuh OPT sasaran dan aman bagi manusia dan hewan lain termasuk
organisme yang menguntungkan .
Ø Cara
kerja yang berbeda dengan cara kerja
pestisida sintetis, menyebabkan
pestisida nabati dapat diandalkan
untuk mengatasi OPT yang telah
kebal dengan pestisida sintetis.
Ø Umumnya
pestisida nabati bersifat tidak merusak tanaman karena phitotoksisitas rendah.
3. Kekurangan pestisida nabati
Berikut ini ada
beberapa kelemahan pestisida nabati seperti:
Ø Untuk
menghindari pencemaran lingkungan,
sangat diinginkan pestisida yang cepat terurai, tetapi untuk pengendalian hama,
residu yang cepat hilang dianggap kurang efektif.
Ø Toksisitasnya (daya racun) rendah
Ø Untuk memproduksi pestisida nabati
dalam jumlah yang cukup, ketersediaan bahan baku yang tidak mencukupi.
Ø Kurangnya publikasi dan data-data penunjang tentang keampuhan pestisida nabati
4. Dampak negatif penggunaan pestisida nabati
Seperti yang telah kita bahas dalam
kelebihan dan kekurangan pestisida nabati seperti diatas maka dapat disimpulkan
bahwa penggunaan pestisida nabati tidak memiliki dampak negatif terhadap
lingkungan, (tanah, air, udara, dan tumbuhan),ternak, hewan yang menguntungkan
dan kepada manusia
5. Perkembangan penggunaan Pestisida
Nabati
Di
Indonesia pertanian organik baru dikenal mulai tahun 1990-an. Padahal pertanian
organik di Indonesia bukan lagi merupakan hal yang baru karena sudah sejak lama para leluhur kita
bercocok tanam secara alami tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia.
Meluasnyapertanian organik, ditandai dengan
perkumpulan petani organik dibeberapa daerah seperti Kelompok peduli
lingkungan (keliling) di Klaten Jawa Tengah, Tidusania di Bandung Jawa Barat,
Surya Antab Mandiri di Jawa Timur, Kelompoktani Tani Karya di Sumberrejo
Pasuruan Jawa Timur dan kelompok-kelompoktani organik yang tersebar diluar
pulau jawa. Saat ini juga LSM dan yayasan peduli lingkungan dan pemerintah juga
sudah peran aktif dalam membina dan mendorong tumbuh kembangnya pertanian
organik
6. Prospek pengembangan pestisida nabati
dalam pertanian organik (padi)
Konsumen
Indonesia juga mulai menghargai hasil pertanian yang bebas residu pestisida
sebagai bahan makanan yang sehat dan aman.
Sebagai bukti, sayuran yang
diperoleh dengan label “bebas pestisida” dari pertanian organik yang dipasarka dipasar swalayan di Jakarta
tetap laku terjual walaupun dengan harga
yang sedikit lebih mahal. Begitupula dengan beras lokal yang diproduksi melalui pertanian organik
diJakarta dapat dijual dengan harga yang lebih mahal mencapai Rp. 6.000 sampai
Rp. 9.000/kg (kompas Mei 2002). Jumlah
masyarakat yang berminat tehadap makanan bebas pestisida ini dari
hari-kehari kian meningkat seiring
dengan kesadaran akan bahaya residu pestisida.
Jumlah
penduduk Indonesia yang diperkirakan meningkat 2% pertahun maka 50 tahun dari
tahun 2000 akan mencapai 420 juta/mendekati ½ milian yang pada umumnya
menggantungkan hidupnya,pada beras sebagai makanan pokok merupakan potensi
peluang untuk menyerap produk pertanian organik khusus beras
7. Tindakan pengendalian
Menurut
Novisan (2002) Dalam program Pengendalian Hama Terpadu (PHT), tindakan
pengendalian OPT dilakukan jika jumlah OPT yang ditemukan dilapangan
telah melewati batas toleransi. Batas toleransi ini biasanya disebut
sebagai nilai ambang ekonomi. Jika populasi OPT telah melewati nilai ambang
ekonomi, kerugian yang akan
ditimbulkan akibat serangan OPT akan lebih besar dibandingkan dengan biaya pengendaliannya, sehingga secara
ekonomis tindakan pengendalian sudah
layak dilakukan.
Tabel 2.
Penetapan nilai ambang ekonomi beberapa
jenis hama
No
|
Jenis hama
|
Ambang ekonomi
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
|
Penggerak
batang padi
Wereng
punggung putih pada tanaman padi
Walang sangit pada tanaman padi
Ulat grayak
pada tanaman padi
Kutu daun pada
tanaman bawang merah
Ulat grayak
pada tanaman kubis
Penggerak tongkol (Heliopthis,sp) pada tanaman jagung
Ulat grayak
pada tanaman cabe
Trips pada
tomat
Pengisap daun (Empoasca sp)pada tanaman kacang tanah
Lalat (Agromyza sp) pada tanaman kacang panjang
|
>1 kelompok
telur/m2 atau intensitas serangga rata-rata 10%
> 1
ekor/tanaman
> 5 ekor/m2 pada
tanaman setelah berbunga
> 5 ekor/m2
> 10 ekor nimfa /35 helai
daun
> 5 ekor ulat setiap 10
tanaman
> 3 tongkol rusak/30 tanaman
> 2 ekor larva /tanaman
> 1 ekor pada 6 tanaman
Intensitas serangan
> 12,5%
Intensitas serangan > 1%
|
Sumber
:Harahap I.S dan Tjahjono B. (1990)
8. Bahan pestisida nabati dan cara
pengolahannya
Pestisida nabati merupakan bahan
insektisida yang terdapat secara alami di dalam bagian-bagian tertentu dari
tanaman seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan tersebut dapat diolah menjadi berbagai bentuk seperti:
1.
Bahan
mentah yang berbentuk tepung. Berasal dari bahan tanaman yang
dikeringkan lalu dihaluskan.
2.
Ekstraksi atau resin
yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian
tanaman tertentu, melalui beberapa metode ekstraksi.
3.
Bagian tanaman dibakar untuk diambil
abunya dan dipakai sebagai insektisida,
seperti tanaman serei dan tembelekan (lantana
camara)
A. Kandungan bahan aktif, daya kerja dan
jenis hama yang dikendalikan
Kandungan
bahan aktif yang terdapat dalam bahan pembuatan pestisida nabati multi fungsi
adalah sebagai berikut:
1. Daun Mimba
(Azadiractha indica A.Juss)
Bahan aktif: Azadiracthin dan Salanin
Daya kerja bahan aktif dalam mimba:
Mimba
mencegah serangga mendekati tanaman dan
menyebabkan serangga berhenti makan
setelah menelan semprotan mimba karena
baunya seperti bawang dan rasanya yang sangat pahit. Membuat serangga
mandul karena dapat mengganggu hormon
produksi dan pertumbuhan serangga sehingga mencegah serangga mencapai
kematangan seksual. Ulat yang kena semprotan mimba akan gagal
berkepompong dan akhirnya mati.
Hama yang dikendalikan:
Hama yang dapat dikendalikan dengan mimba adalah lebih
dari 200 jenis serangga termasuk belalang, jangkrik dan wereng, ngengat,
kupu-kupu, kumbang, dan trips. Eksrak
mimba juga dapat mengendalikan jamur penyebab penyakit busuk, embun tepung,
karat daun, bercak daun dan layu.
2. Serei (Andropogon nardus L)
Bahan aktif: Serai
mengandung minyak atsiri yang terdiri deri senyawa sitral, sitronela, geraniol, mirsena, nerol, fernesol, metal heptenon, dan
dipentena.
Daya kerja bahan aktif dalam
minyak esensial penolak serangga:
Casmpuran abu daun serei dapat menyebabkan desikasi pada
tubuh serangga, yaitu apabila serangga terluka
maka serangga akan terus-menerus kehilangan cairan tubuhnya.
Hama yang dikendalikan
Hama yang dikendalikan adalah serangga hama gudang dan menghambat peletakan telur.
3. Daun sirsak (Anonna muricata L)
Bahan aktif : Senyawa
kimia anonain
Daya kerja bahan aktif :
Sebagai racun kontak dan racun perut. Daun dapat berperan sebagai insektisida,
larvasida, repellen (penolak serangga) dan antifeedan (penghambat makan)
Hama yang dikendalikan
Bahan
aktif yang terdapat dalam daun sirsak, dapat mengendalikan hama belalang dan
hama-hama lainnya
4. Daun Tembakau (Nicotiana tobacum L)
Bahan aktif: Tambakau mengandung bahan beracun
yang disebut nikotin. Konsentrasi nikotin tertinggi terdapat pada ranting dan tulang daun.
Daya kerja bahan aktif
Tembakau dapat bersifat repelen (penolak serangga);
fungisida, akarisida yang bersifat racun
perut, racun kontak, dan pernapasan; serta bersifat sistemik.
Hama yang
dikendalikan
Bahan aktif yang terdapat pada tembakau dapat
mengendalikan berbagai jenis ulat
pengisap daun, dan serangga pengisap bertubu lunak seperti aphids, Trips, kutu
daun dan hama-hama lainnya.
5. Akar Tuba (Derris eliptica (Roxb) Benth.)
Bahan
aktif : Rotenon (C23H22O6). Kandungan rotenon tertinggi pada akar tanaman
tuba, yaitu antara 0,3-12%. Selain rotenon, unsur-unsur utama dalam akar tuba adalah deguelin, eliptone, dan
toxicarol dengan perbandingan 12:8:5:4.
Daya kerja bahan aktif
Bahan
aktif yang terkandung dalam akar tuba
merupakan racun perut dan racun kontak tetapi tidak bersifat sistemik. Namun
demikian rotenon relatif aman bagi
kesehatan manusia. Rotenoid merupakan penghambat metabolisme dan sistim saraf
yang bekerja secara perlahan.
Hama yang dikendalikan
Bahan
aktif yang terdapat dalam akar tuba dapat bersifat sebagai moluksida,
insektisida dan racun ikan. Serangga
atau hama yang teracuni sering mati kelaparan karena kelumpuhan alat-alat mulut.
6. Bengkuang ( Pachyrrhyzus erosus Urban)
Bahan aktif:
Pachyrrhyzid yang bersifat toksit termasuk dalam golongan rotenon.
Daya kerja bahan
aktif.
Daya kerja dari bahan aktif yang terdapat dalam biji
bengkuang sama dengan bahan aktif yang terdepat dalam akar tuba
Hama yang
dikendalikan
Bahan aktif yang terdapat dalam biji bengkuang dapat
bersifat sebagai moluksida, insektisida.
Serangga atau hama yang teracuni sering mati kelaparan karena kelumpuhan alat-alat mulut
7. Molases/gula merah
Molases adalah bahan yang dipakai sebagai bahan penarik
bagi hama semut. Dalam pembuatan
pestisida nabati, dapat juga tidak
menggunakan molasses.
8. Detergen
Detergen dipergunakan untuk melarutkan senyawa aktif dari
bahan yang digunakan sebagai pestisida nabati apabila senyawa yang ada, tidak
dapat larut dalam air.
9. Air
Air
dapat digunakan sebagai bahan pelarut
selain detergen. Selain itu air
dapat digunakan untuk mengendapkan ramuan pestisida nabati.
B. Bahan ramuan
pestisida nabati multi fungsi
Tabel 3. Bahan ramuan pestisida
nabati
Daun mimba/mindi : 200 gr
Serai : 50 gr
Daun sirsak : 100 gr
Daun tembakau : 100 gr
Akar tuba : 200 gr
Molases/gula merah : 50 gr
Deterjen : 20 gr
Air :
5 liter
Cara pembuatan
Daun mimba, serai, daun sirsak, daun
tembakau, dan akar tuba dihaluskan. Semua bahan yang telah dihaluskan, dicampur
secara merata kemudian ditambahkan molasses, deterjen dan air. Semua bahan yang
telah di campur secara homogen, diendapkan selama satu malam. Keesokan harinya
disaring. Larutan hasil saringan dapat diencerkan lagi dengan ukuran 20 cc cairan/1 liter air atau 250
cc-300 cc/ 15 liter air (setiap tengki) dan disemprotkan pada tanaman yang
terserang hama dan penyakit. Larutan
sebanyak ini dapat digunakan untuk lahan seluas 1 hektare.
PETUNJUK LAPANGAN
(Pet -Lap)
Judul : Pembuatan pestisida nabati
Latar belakang
1.
Sistem pertanian berkelanjutan sebagai
pandangan bagaimana berusahatani dengan tetap mempertahankan
lingkungan agar tetap lestari
2. Pertanian organik merupakan pertanian
yang ramah lingkungan
3. Pestisida nabati merupakan pestisida
dengan bahan yang berasal dari tumbuhan dan pada umumnya berada disekitar
petani
4. Pestisida nabati adalah bahan untuk
mengendalikan berbagai hama dan penyakit yang merusak tanaman
5.
Pestisida nabati jenisnya lebih
dari satu
Alat dan bahan
1.
Pisau
2.
Timbangan
3.
Alat penumbuk/mesin penghancur
4.
Ember
5.
Saringan (kain)
6.
Karung plastik/kresek
7. Akar tuba = 200 gr
8. Tembakau (limbah tembakau) = 100 gr
9. Daun serai = 50 gr
10.
Daun
mimba/mindi = 200 gr
11.
Saun
sirsak = 100 gr
12.
Molasses/gula
aren = 50 gr
13.
Sabun
colek = 20 gr
14.
Air
= 5 liter
Langkah kerja
1. Potong dan hancurkan bahan-bahan
seperti akar tuba, daun sirsak, daun serai, daun mimba/mindi, dan tembakau
dengan pisau, alat penumbuk atau mesin penghancur.
2. Setelah dihancurkan ditampung dalam
ember
3. Bahan yang sudah hancur, ditambahkan
molasses, sabun colek, dan air
4. Bahan dicampur/diaduk sampai homogen
5.
Direndam/didiamkan selama satu hari atau 24 jam
6. Disaring untuk memisahkan cairan dan
bahan baku (padatan)
7. Disimpan atau diencerkan dengan air
untuk langsung diaplikasikan
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, (2002) Konsumen Produk Pertanian Organik, Koran Kompas. Jakarta
__________, (2006) Undang-Undang Republik Indonesia No. 16
Tahun 2006 tentang SP3K, Sinar Tani
Jakarta
Harahap I.S dan Tjahjono B.
(1990) Pengendalian hama penyakit padi, Penebar swadaya Jakarta
Kardinan A, (2001) Pestisida Nabati Ramuan Dan Aplikasi,
penebar swadaya Jakarta
Novisan, (2002) Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah
Lingkungan, Agro Media Pustaka Jakarta
Rismunandar, (2003) Hama Tanaman Pangan dan Pembasmiannya. Sinar Baru
algensindi, Bandung
Salikin A Karwah, (2003) Sistem Pertanian Berkelanjutan, Kanisius, Jogyakarta
Saranga P, (1997) Teknologi Produksi Tanaman Pangan, buku 1
Padi, APP. Malang
Sudarmo S, (1988) Pestisida Tanaman,
Kanisius, Jogyakarta

Penulis sebagai Pegawai Negeri Sipil
(PNS) Daerah Kabupaten Nunukan, pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Peternakan bertugas sebagai Penyuluh Pertanian Lapangan pertama kali Mulai 1
April 2006 sampai 2008. Setelah Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana
Penyuluhan Daerah (BKP3D) Kabupaten
Nunukan terbentuk pada Oktober 2008 beralih tugas sebagai Penyuluh Pertanian
Lapangan yang ditempatkan di Kecamatan Sembakung sampai dengan 2011. Pada tahun
2012 kembali dipindah tugas di wilayah Kecamatan Nunukan Selatan .Pada tahun
2012 pindah tugas diwilayah Kecamatan Sebuku sampai sekarang. Pelatihan yang
pernah diikutinya diantaranya Pelatihan Penyuluh Dasar Terampil tahun 2007,
Pembuatan Bio Etanol Dari ubikayu dan
Jagung tahun 2009, Pelatihan SL-PTT Tanaman Padi tahun 2009, Pelatihan
Pembuatan Pestisida Nabati tahun 2009, Pelatihan Pengembangan Agribisnis
Pedesaan tahun 2011, Pelatihan Alih Kelompok Tahun 2011, Pelatihan
Teknis Agribisnis Kakao 2012 dan Pelatihan Teknis Agribisnis bawang Merah 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar